Seorang ahli riset dalam bidang ilmu komputer di Universitas Yale: Prof.Brian Scasselati, membuat sebuah kepala robot sederhana untuk melihat respons anak-anak yang nonautistik maupun yang autistik, terhadap robot tersebut. Alat ini bisa diprogram untuk menjawab pertanyaan anak-anak. Juga robot tersebut kadang2 mengatakan sesuatu secara spontan.
Prof. Scasselati melihat perbedaan respons dari anak autistik dan nonautistik terhadap robot tersebut. Anak umur 3 tahun yang nonautistik akan terus berinteraksi dengan robot yang memberi respons, tapi akan segera bosan dengan robot yang tidak responsif. Sebaliknya anak autistik tetap terpukau oleh robot tersebut, tidak perduli bahwa robot itu memberi respons atau tidak. Perbedaan lain yang mencolok dalam penelitian itu adalah pandangan mata. Bila diputarkan film dari 2 orang yang sedang bercakap-cakap, maka anak nonautistik pandangan matanya akan beralih-alih memandang mata orang yang sedang berbicara.
Anak autistik matanya akan tetap memandang latar belakang dari kedua orang yang sedang bercakap-cakap tersebut. Pemeriksaan tatap mata ini secara potensial bisa dikembangkan sebagai alat diagnostik bagi anak autistik yang masih berumur dibawah 3 tahun, demikian Prof Scasselati. Makin awal terdiagnosa, makin cepat bisa dilakukan intervensi. Sampai saat ini Prof. Scasselati dan kelompoknya sedang mencoba mengembangkan cara-cara diagnosis saja , dan bukan cara terapi. Namun, katanya, siapa tahu dikemudian hari ditemukan cara untuk menterapi dengan menggunakan mesin seperti ini.
Para peneliti di Yale dan tempat-tempat lain sedang mendisain robot dan alat lain seperti video-game untuk mengajarkan anak ketrampilan bersosialisasi. Robot dibuat sedemikian rupa sehingga bisa berinteraksi dengan anak untuk jangka waktu tertentu. Menangani anak autistik sangat melelahkan, demikian Prof. Scasselati. Keunggulan sebuah mesin adalah bahwa ia tidak mengenal lelah.
Para dokter dan terapis yang menangani autisme memberi komentar bahwa menegakkan diagnosa autisme tidak bisa hanya dari tatapan mata saja, banyak pula faktor lain yang harus diperiksa. Oleh karena itu tidak mungkin diagnosa ditegakkan oleh sebuah mesin/robot. Lagipula dapatkah sebuah mesin mengalahkan ketrampilan manusia untuk mengajarkan anak bersosialisasi ? Maukah para orang tua mempunyai anak seperti robot ?
Sumber : Yayasan Autisma Indonesia (YAI)
Website : http://www.autisme.or.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar