Benarkah terapi lumba2 bisa menyembuhkan anak autis ?
Pertanyaan diatas banyak sekali masuk ke website kami akhir2 ini.
Jawaban pertanyaan diatas adalah : hal tersebut masih harus mendapatkan penelitian, oleh karena sampai saat ini belum terbukti.
Autisme mempunyai penyebab yang luar biasa rumit dan multifaktorial, sehingga rasanya tidak mungkin disembuhkan hanya dengan berenang dengan dolphin.
2 Tahun yang lalu pernah ada tulisan mengenai "dolphin therapy" di website ini. Baiklah dibawah ini kami akan muat kembali tulisan ini untuk dibaca dan dimengerti.
DOLPHIN THERAPY
Selama berabad-abad, dolphin dikenal sebagai mahluk yang cerdas dan baik hati. Cerita mengenai kepahlawanan mereka menolong perenang-perenang yang kecapaian sudah ada sejak zaman dahulu.
Para dokter saat ini mencoba memakai dolphin untuk terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus. Anak-anak ini suka berada dalam air yang hangat, menyentuh tubuh dolphin dan mendengar suara-suara yang dikeluarkan oleh dolphin-dolphin tersebut.
Dalam 2 dekade terakhir ini beberapa terapis dan psikolog berpendapat bahwa berenang dengan dolphin mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan. Beberapa orang bahkan percaya bahwa getaran dolphin dapat menyembuhkan sel manusia.
Apakah dolphin therapy itu ?
Para dokter di Dolphin-Human Therapy Center percaya bahwa mahluk yang sangat cerdas ini dapat membantu anak-anak dengan berbagai gangguan saraf, bahkan anak dengan Sindroma Down dan autisme.
Anak-anak ini demikian menyukai berenang dengan dolphin, sehingga hal tersebut dipakai sebagai "reward" untuk anak yang memberi respons yang baik pada terapi perilaku, misalnya pada terapi metoda ABA.
Laporan dari berbagai negara menunjukkan bahwa faktor interaksi itulah yang mempunyai effek yang positif terhadap manusia.
Bagaimana cara kerjanya ?
Salah satu teori mengemukakan bahwa getaran sonar dolphin yang unik dapat mengindentifikasi gangguan saraf pada manusia, lalu menenangkannya sehingga lebih mudah bisa menerima pelajaran dan penyembuhan.
Namun banyak pula para ilmuwan yang berpendapat bahwa anak-anak hanya menyukai bersentuhan dengan dolphin, dan berenang dengan dolphin hanya merupakan suatu rekreasi saja.
Suatu penelitian dilakukan di Dolphin-Human Therapy Center di Key Largo, Florida.
David Cole, seorang ilmuwan dalam bidang neurology menciptakan alat khusus untuk mengukur effek dari dolphin pada otak manusia.
Cole mendapatkan bahwa ada suatu perubahan faali bila manusia berinteraksi dengan dolphin. Setelah berinteraksi dengan dolphin didapatkan bahwa anak-anak tersebut menjadi lebih tenang. Banyak peneliti berpendapat bahwa relaksasi inilah yang merupakan penyebab keberhasilan dolphin therapy.
Menurut beberapa peneliti, relaksasi merangsang system kekebalan tubuh.
Cole mempunyai teori yang lain. Menurutnya enerji dari dolphin bisa menimbulkan suatu phenomena "cavitasi" (pembuatan lubang). Enerji tersebut dapat membuat robekan, bahkan lubang pada struktur molekuler dan tissue yang lembut. Cole percaya bahwa hal ini bisa merubah metabolisme selular, dan terjadi pelepasan hormone atau endorphin yang merangsang pembentukan sel-T (system kekebalan).
Banyak yang percaya pada teori cavitasi ini, namun banyak pula ilmuwan yang bersikap skeptis.
Apakah kita bergantung pada harapan kosong ?
Meskipun terapi dengan dolphin ini menghasilan beberapa perbaikan yang tidak dapat difahami, namun jangan lupa bahwa hal ini merupakan suatu eksperimentasi saja dan tidak memberikan penyembuhan secara medis.
Apakah kita bergantung pada harapan yang kosong untuk "penyembuhan" autisme ?
Banyak bukti bahwa berhubungan erat dengan binatang mempunyai effek yang baik pada manusia, misalnya dengan anjing dan dengan kuda. Menyentuh dan bicara pada binatang bisa mengurangi stress.
Berenang dan berinteraksi dengan dolphin merupakan petualangan yang menyenangkan.
Dolphin mempunyai tampang yang sangat lucu dan membuat gemas, mereka seolah-olah selalu tersenyum.
Terapi dengan dolphin ternyata membantu kemajuan beberapa anak, namun jangan dianggap itu sebagai penyembuhan. Orang tua tidak boleh bergantung pada harapan kosong.
Dapat dimengerti bahwa kita sebagai orang tua ingin memberikan yang terbaik bagi anak kita, meskipun sepertinya pada akhirnya menimbulkan kekecewaan dan kerugian secara finansial.
Orang tua biasa mencari penyembuhan yang ajaib bagi anak-anaknya, namun bila tidak mendapatkannya, kita tetap mencintai anak-anak tersebut, oleh karena mereka adalah anak-anak pemberian Tuhan. (MB)
Sumber : Yayasan Autisma Indonesia (YAI)
Website: http://www.autisme.or.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar