Kamis, 18 Maret 2010

Penyebab Penderita Autis Sulit Berkomunikasi

Cambridge, Penderita autis terlihat sangat tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Kini peneliti menemukan penyebab kenapa penderita autis harus berjuang keras dalam lingkungan sosialnya.

Peneliti dari University of Cambridge yang melakukan penelitian dengan scan otak yang canggih menemukan bahwa ada bagian otak penderita autis yang memang tidak mengenali kesadaran tentang dirinya sendiri. Akibatnya, jangankan untuk berkomunikasi, untuk mengenali kesadaran terhadap pribadinya saja, penderita sudah kesulitan.

Scan otak canggih yang didapatkan peneliti menunjukkan penderita autis terlihat kurang aktif bila terlibat dalam hal pemikiran tentang kesadaran diri. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnalBrain.

Penelitian ini telah menunjukkan adanya masalah pada penderita autis yaitu dalam hal kesulitan memikirkan sesuatu dan membuat rasa mengenai dirinya sendiri dan orang lain.

Para peneliti menggunakan scan resonansi magnetik fungsional untuk mengukur aktivitas otak dari 66 relawan laki-laki yang sekitar 50 persennya telah didiagnosis mengalami gangguan spektrum autis.

Para relawan ini diminta untuk memberikan penilaian mengenai pikiran dirinya sendiri, opini, preferensi, karakteristik fisik serta diharuskan memberikan penilaian terhadap orang lain.

Dengan melakukan scan terhadap otak para relawan dalam menanggapi berbagai pertanyaan tersebut, maka peneliti bisa melihat adanya perbedaan aktivitas otak antara penderita autis dengan yang tidak.

Peneliti sangat tertarik mengenai bagian dari otak yang disebut dengan ventrodial pre-frontal cortex (vMPFC) yang dikenal aktif ketika seseorang berpikir mengenai dirinya sendiri.

"Penelitian ini menunjukkan bahwa otak autis harus bekerja keras dalam memproses informasi mengenai dirinya sendiri, sedangkan untuk menjelajahi interaksi sosial dengan orang lain diperlukan usaha yang lebih keras lagi," ujar Michael Lombardo dari University of Cambridge, seperti dikutip dari BBC, Senin (14/12/2009).

"Kita tahu banyak penderita autis sangat sulit untuk berinteraksi dengan orang lain dan membangun pertemanan, ini dikarenakan mereka mengalami kesulitan dalam mengenali dan memahami pikiran serta perasaan orang lain," ujar Dr Gina Gomez de la Cuesta dari National Autistic Society.
Sumber: http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/220-penyebab-penderita-autis-sulit-berkomunikasi

Anak Autis Banyak Lahir dari Orangtua Berpendidikan Tinggi

California, Studi terkini menemukan anak autis banyak dilahirkan dari pasangan yang berpendidikan tinggi dan sudah tua. Peneliti menggunakan data sekitar 2,5 juta kelahiran di California selama 5 tahun.

Dan ternyata ditemukan sekelompok anak autis pada daerah dimana rata-rata penduduknya berpendidikan tinggi. Orang tua anak-anak autis tersebut ternyata kebanyakan berlatar belakang pendidikan lebih tinggi (di atas S1) dibanding orang tua di daerah yang tidak terdapat anak autis.

"Studi ini cocok dengan apa yang kami perkirakan sebelumnya, yaitu pasangan orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung menghasilkan anak autis," ujar Karla Van Meter, epidemiolog dari Sonoma County Department of Public Health University of California seperti dilansir Healthday, Rabu (6/1/2010).

Suami istri yang sudah berumur tua saat memiliki anak juga dilaporkan lebih banyak mempunyai anak autis. Tapi faktor pendidikan jauh lebih besar risikonya dalam menghasilkan anak autis.

"Tidak ada yang benar-benar tahu penyebabnya apa. Tapi mungkin faktor genetik berperan. Mungkin juga karena orang tua berpendidikan tinggi memiliki harapan yang terlalu berlebih pada anaknya sehingga psikologisnya terganggu atau karena mereka lebih banyak terpapar dengan bahan kimia di rumahnya. Semuanya bisa saja terjadi, tapi kami masih meneliti penyebab pastinya," kata Van Meter.

Namun kabar baiknya adalah, orang tua yang berpendidikan tinggi lebih tahu tentang penyakit autis dan lebih baik dalam menangani anaknya yang autis.

"Penyakit autis sudah menembus batas demografis dan sosial ekonomi. Kita bisa melihatnya di lingkungan sekitar dimana pasangan orang tua yang pintar dan berpendidikan tinggi justru lebih banyak melahirkan anak autis," kata Lee Grossman dari Autism Society of America.

Jumlah anak autis memang meningkat akhir-akhir ini. Hingga Desember 2009, Centers for Disease Control and Prevention mencatat 1 dari 110 anak di Amerika terdiagnosa autis. Faktor genetik dan cemaran bahan kimia masih menjadi penyebab utamanya.(fah/ir)

Sumber: http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/222-anak-autis-banyak-lahir-dari-orangtua-berpendidikan-tinggi-

1 Dari 100 Anak Menderita Autis

Jakarta, Kenaikan jumlah angka penderita autis sungguh mencengangkan. Bagaimana tidak, rasio anak yang terkena autis semakin banyak dengan perbandingan 1 dari 100 anak terdiagnosa positif autis.

Berdasarkan laporan berita dari Institute Nasional Kesehatan Mental dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, didapatkan bahwa telah terjadi peningkatan yang cukup besar dalam jumlah anak yang didiagnosis mengalami autis.

Kini ditemukan rata-rata penderita autis adalah 1 dari 100 anak-anak, sedangkan perkiraan sebelumnya adalah 1 dari 150 anak-anak dan dulu orang beranggapan penderita autis adalah 1 dari 500 anak-anak.

Apa yang sebenarnya terjadi? Saat ini ada kesepakatan secara umum bahwa faktor genetik diperkirakan turut menyempurnakan risiko anak-anak autis, faktor lainnya adalah meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai penyakit ini sehingga meningkatkan pula diagnosis untuk gangguan spektrum autis (autism spectrum disorders). Tapi ada juga pemicu lain yang belum dapat diidentifikasi, seperti lingkungan, makanan atau faktor keturunan.

Faktor pemicu lainnya tersebut seperti dikutip dari Thedailygreen, Selasa (6/10/2009) adalah lingkungan yang sudah terpapar merkuri atau logam berat lainnya, air yang terkontaminasi, pestisida atau juga karena pengguaan antibiotik.

Segala macam limbah beracun yang ada di lingkungan diduga sebagai penyebab yang potensial. Dengan perkembangan penelitian termasuk penelitian yang menonjol mengenai kesehatan anak-anak, ada salah satu penyebab yang sudah tidak dipercaya lagi yaitu penggunaan pengawet vaksin thimerosal yang diduga menyebabkan anak autis. Kini pengawet tersebut sudah tidak digunakan dan tidak ada bukti yang menunjukkan thimerosal menyebabkan anak autis.

Autis merupakan gejala yang timbul karena adanya gangguan atau kelainan saraf pada otak seseorang. Anak yang menderita autis jika kepalanya diperiksa dengan menggunakan CT Scan semuanya akan terlihat normal-normal saja. Diduga autis terjadi karena jembatan yang menghubungkan antara otak kanan dan otak kiri bermasalah atau terhambat, dan sampai saat ini belum diketahui apa yang membuatnya terhambat.

Sampai saat ini belum ada satu penyebab yang pasti mengakibatkan anak autis. Tapi orangtua sebaiknya secara bijaksana mengurangi paparan bahan kimia beracun selama masa kehamilan dan masa perkembangan anak-anak.

Sumber: http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/223-1-dari-100-anak-menderita-autis

Terapi Autis Dengan Binatang Peliharaan

Jakarta, Memelihara binatang peliharaan di rumah selain sebagai hobi juga memiliki manfaat lain, salah satunya adalah sebagai terapi bagi anak autis. Terapi ini dilakukan oleh bocah penderita autis berusia 11 tahun bernama Milo yang melakukannya bersama anjingnya bernama Chad.

Hubungan yang terjadi antara manusia dengan binatang peliharaannya memang memiliki efek yang langsung, meskipun efek ini belum bisa dijelaskan melalui penelitian ilmiah. Tapi hubungan yang terjalin antara Milo dan Chad melampaui hubungan yang secara umum terjadi.

"Dalam seminggu saya melihat perubahan yang sangat besar pada dirinya, setelah sebulan dia menjadi lebih tenang serta bisa berkonsentrasi dan berkomunikasi dalam jangka waktu yang lebih lama," ujar Nyonya Vaccaro yang merupakan ibu dari Milo, seperti dikutip dari New York Times, Jumat (9/10/2009).

Dr Melissa A Nishawala seorang direktur klinis pelayanan autis-spectrum di Child Study Center at New York University menambahkan dirinya melihat perubahan yang nyata pada diri Milo yang menjadi lebih tenang dan bisa berkomunikasi meskipun yang terlihat anjing tersebut hanya duduk diam di dalam ruangan. Akibat perubahan yang mendalam pada diri Milo, kini Vaccaro dan Dr Nishawala mulai mencoba untuk menghentikan pengobatan yang digunakan oleh Milo.

Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development yang merupakan bagian dari Institut Kesehatan Nasional juga memulai usaha untuk mempelajari apakah hewan-hewan peliharaan ini dapat memiliki efek nyata terhadap kesejahteraan dari anak-anak.

Untuk itu diperlukan lebih banyak lagi penelitian ilmiah yang bisa menjelaskan manfaat dari terapi tersebut, terutama pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Karena selama ini sebagian penelitian hanya berfokus pada interaksi negatif dari hewan peliharaan saja, seperti memelihara binatang bisa menyebarkan penyakit.

Di Children's Hospital of Orange County di California Selatan, misalnya, puluhan relawan secara rutin membawa anjingnya untuk mengunjungi pasien anak-anak yang dirawat karena penyakit serius. Biasanya anak-anak tersebut sering mengalami sedih, cemas atau depresi. Hal terpenting adalah binatang peliharaan tersebut harus bebas dari segala macam penyakit dan telah mendapatkan vaksinasi dengan benar.

"Anjing-anjing yang dibawa oleh para relawan tersebut bisa mencerahkan anak-anak," kata Emily Grankowski, yang mengawasi program terapi hewan peliharaan di rumah sakit.

Diharapkan nantinya terapi binatang peliharaan ini bisa memunculkan pengobatan baru dalam menyembuhkan anak yang sering mengalami depresi, sedih atau anak dengan autis. Namun, tidak menutup kemungkinan terapi ini juga bisa dilakukan untuk orang dewasa.

sumber:
detikHealth
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/224-terapi-autis-dengan-binatang-peliharaan

Tingkatkan Keterampilan Anak Autis dengan Occupational Therapy

Terapi Okupasi SESEORANG dengan autisme seringkali mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Sebagai gangguan perkembangan yang kompleks, daya tarik, aktivitas dan keterampilan bermain penderita autisme juga biasanya sangat terbatas. Untuk memperbaiki kondisi ini, Anda bisa mencoba occupational therapy.

Terapis untuk occupational therapymempelajari pertumbuhan dan perkembangan. Mereka ahli di bidang sosial, emosional dan psikologis yang mempengaruhi penyakit dan cedera. Ilmu ini membantu mereka mengembangkan kemampuan penderita autisme untuk hidup mandiri.

Terapis biasanya bekerja dalam tim yang melibatkan orangtua, guru, dan profesional lainnya. Mereka membantu meningkatkan kemampuan berinterkasi, perilaku dan performa penderita autisme.

Terapis mengamati anak-anak untuk melihat kemampuan mereka dalam mengerjakan tugas sesuai dengan usia. Hal ini bisa berkaitan dengan keahlian dalam mengurus diri sendiri, seperti berpakaian. Selain itu, terapis akan merekam keseharian anak dalam video.

Video ini selanjutnya digunakan untuk mempelajari reaksi anak terhadap lingkungan yang kemudian menjadi alat analisa untuk mengukur tingkat perhatian, keterampilan bermain, respon terhadap sentuhan atau stimulus lainnya. Termasuk keahlian motorik seperti postur, keseimbangan, agresi atau tipe tingkah laku lainnya serta interaksi antara anak dan pengasuhnya.

Manfaat terhadap anak


Secara umum, terapi ini bertujuan membantu penderita autisme memperbaiki kualitas hidup, baik di rumah maupun di sekolah. Terapis akan membantu mengenalkan, mempertahankan, dan meningkatkan keterampilan. Dengan cara ini, penderita autisme diharapkan bisa hidup semandiri mungkin. Terapi ini membantu meningkatkan keterampilan penderita autisme di bidang:
•Keterampilan sehari-hari, seperti latihan menggunakan toilet, berpakaian, menggosok gigi, dan keterampilan lainnya
•Keterampilan motorik halus yang diperlukan untuk memegang objek saat menulis atau memotong sesuatu dengan gunting
•Keterampilan motorik kasar yang digunakan untuk berjalan atau mengendarai sepeda
•Duduk, postur atau keterampilan persepsi, seperti menerangkan perbedaan antara warna, bentuk, dan ukuran
•Keahlian visual seperti membaca dan menulis
•Bermain, mengatasi masalah, mengurus diri sendiri, berkomunikasi dan keterampilan sosial

Dengan membantu keterampilan di atas, penderita autisme bisa melakukan hal-hal berikut:
•Berteman dan membangun hubungan
Belajar fokus dalam mengerjakan tugas
•Belajar mengontrol keinginan
•Mengekspresikan perasaan dengan cara-cara yang lebih tepat
•Bermain dengan teman
•Belajar mengontrol diri sendiri



Sumber : http://www.mediaindonesia.com

Terapi Biomedik

Akhir-akhir ini terapi biomedik banyak diterapkan pada anak dengan ASD. Hal ini didasarkan atas penemuan-penemuan para pakar, bahwa pada anak-anak ini terdapat banyak gangguan metabolisme dalam tubuhnya yang mempengaruhi susunan saraf pusat sedemikian rupa, sehingga fungsi otak terganggu. Gangguan tersebut bisa memperberat gejala autisme yang sudah ada, atau bahkan bisa juga bekerja sebagai pencetus dari timbulnya gejala autisme.
Yang sering ditemukan adalah adanya multiple food allergy, gangguan pencernaan, peradangan dinding usus, adanya exomorphin dalam otak (yang terjadi dari casein dan gluten), gangguan keseimbangan mineral tubuh, dan keracunan logam berat seperti timbal hitam (Pb), merkuri (Hg), Arsen (As), Cadmium (Cd) dan Antimoni (Sb). Logam-logam berat diatas semuanya berupa racun otak yang kuat.
Yang dimaksud dengan terapi biomedik adalah mencari semua gangguan tersebut diatas dan bila ditemukan, maka harus diperbaiki , dengan demikian diharapkan bahwa fungsi susunan saraf pusat bisa bekerja dengan lebih baik sehingga gejala-gejala autisme berkurang atau bahkan menghilang.
Pemeriksaan yang dilakukan biasanya adalah pemeriksaan laboratorik yang meliputi pemeriksaan darah, urin, rambut dan feses. Juga pemeriksaan colonoscopy dilakukan bila ada indikasi.
Terapi biomedik tidak menggantikan terapi-terapi yang telah ada, seperti terapi perilaku, wicara, okupasi dan integrasi sensoris. Terapi biomedik melengkapi terapi yang telah ada dengan memperbaiki “dari dalam”. Dengan demikian diharapkan bahwa perbaikan akan lebih cepat terjadi.


Sumber: http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-biomedik

Terapi Perilaku

Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan.
Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).
Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan.
Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan sebagai A-B-C; yakni A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior) dan diikuti dengan C (consequence). Antecedent (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis kemudian memahami Behavior (perilaku) apa yang diharapkan dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh Consequence (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan) yang menyenangkan.
Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.


Sumber: http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-prilaku

Terapi Wicara

Terapis Wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip dimana timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapis Wicara dapat diminta untuk berkonsultasi dan konseling; mengevaluasi; memberikan perencanaan maupun penanganan untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.
Ganguan Komunikasi pada Autistic Spectrum Disorders (ASD):
Bersifat: (1) Verbal; (2) Non-Verbal; (3) Kombinasi.
Area bantuan dan Terapi yang dapat diberikan oleh Terapis Wicara:
1.Untuk Organ Bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang sifatnya fungsional, maka
Terapis Wicara akan mengikut sertakan latihan-latihan Oral Peripheral Mechanism Exercises; maupun Oral-Motor activities sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.
2.Untuk Artikulasi atau Pengucapan:
Artikulasi/ pengucapan menjadi kurang sempurna karena karena adanya gangguan, Latihan untuk pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat Pengucapan (Place and manners of Articulation). Kesulitan pada Artikulasi atau pengucapan, biasanya dapat dibagi menjadi: substitution (penggantian), misalnya: rumah menjadi lumah, l/r; omission (penghilangan), misalnya: sapu menjadi apu; distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas); dan addition (penambahan). Untuk Articulatory Apraxia, latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive Neuromuscular.
3.Untuk Bahasa: Aktifitas-aktifitas yang menyangkut tahapan bahasa dibawah:

1. Phonology (bahasa bunyi);
2. Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata;
3. Morphology (perubahan pada kata),
4. Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;
5. Discourse (Pemakaian Bahasa dalam konteks yang lebih luas),
6. Metalinguistics (Bagaimana cara bekerja nya suatu Bahasa) dan;
7. Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial)

4.Suara: Gangguan pada suara adalah Penyimpangandari nada, intensitas, kualitas, atau penyimpangan-penyimpangan lainnya dari atribut-atribut dasar pada suara, yang mengganggu komunikasi, membawa perhatian negatif pada si pembicara, mempengaruhi si pembicara atau pun si pendengar, dan tidak pantas (inappropriate) untuk umur, jenis kelamin, atau mungkin budaya dari individu itu sendiri.
5.Pendengaran: Bila keadaan diikut sertakan dengan gangguan pada pendengaran maka bantuan dan Terapi yang dapat diberikan: (1) Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada dokter yang terkait; (2) Terapi; Penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi;

PERAN KHUSUS dari Terapi wicara adalah mengajarkan suatu cara untuk ber KOMUNIKASI:
1.Berbicara:
Mengajarkan atau memperbaiki kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara verbal yang baik dan fungsional. (Termasuk bahasa reseptif/ ekspresif – kata benda, kata kerja, kemampuan memulai pembicaraan, dll).
2.Penggunaan Alat Bantu (Augmentative Communication): Gambar atau symbol atau bahasa isyarat sebagai kode bahasa; (1) : penggunaan Alat Bantu sebagai jembatan untuk nantinya berbicara menggunakan suara (sebagai pendamping bagi yang verbal); (2) Alat Bantu itu sendiri sebagai bahasa bagi yang memang NON-Verbal.

Dimana Terapis Wicara Bekerja:
1.Dirumah Sakit: Pada bagian Rehabilitasi, biasanya bekerjasama dengan dokter rehabilitasi bersama tim rehabilitasi lainnya (dokter, psikolog, physioterapis dan Terapis Okupasi).
2.Disekolah Biasa: Tidak Umum di Indonesia. Pada bagian Penerimaan siswa baru, biasanya bekerjasama dengan guru, psikolog dan konselor. Menangani permasalah keterlambatan berbahasa dan berbicara pada tahap sekolah, dan memantau dari awal murid-murid dengan kesulitan atau gangguan berbicara tetapi masih dapat ditangani dengan pemberian terapi pada tahap sekolah biasa.
3.Disekolah Luar Biasa: Pada bagian Terapi wicara, bekerjasama dengan guru dan professional lainnya pada sekolah tersebut. Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi
4.Pada Klinik Rehabilitasi: Praktek dibawah pengawasan dokter, biasanya dengan tim rehabilitasi lainnya,
5.Praktek Perorangan: Praktek sendiri berdasarkan rujukan, bekerjasama melalui networking. Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi.
6.Home Visit: Mendatangi rumah pasien untuk pelayanan-pelayanan diatas dikarenakan ketidakmungkinan untuk pasien tersebut berpergian ataupun dengan perjanjian.


Evi Sabir-Gitawan BSc. Speech & Language Pathologist
Sumber: http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-wicara

10 Jenis Terapi Autisme

Akhir-akhir ini bermunculan berbagai cara / obat / suplemen yang ditawarkan dengan iming-iming bisa menyembuhkan autisme. Kadang-kadang secara gencar dipromosikan oleh si penjual, ada pula cara-cara mengiklankan diri di televisi / radio / tulisan-tulisan.

Para orang tua harus hati-hati dan jangan sembarangan membiarkan anaknya sebagai kelinci percobaan. Sayangnya masih banyak yang terkecoh , dan setelah mengeluarkan banyak uang menjadi kecewa oleh karena hasil yang diharapkan tidak tercapai.
Dibawah ini ada 10 jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para professional dan memang bagus untuk autisme. Namun, jangan lupa bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda.

1) Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.

2) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.
Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.

3) Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.

4) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.

Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

5) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.

6) Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.

7) Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,

8) Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.

9) Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode …………. Dan PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.

10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).


Sumber: http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/10-jenis-terapi-autisme

Pantang Menyerah Menemani Anak Autis

Autism Child Jakarta, Tidak ada satu orang tua pun yang menginginkan anaknya terlahir sebagai anak autis. Namun ketika hal itu benar-benar menimpa mereka, tidak ada sikap yang lebih baik lagi selain menerima keadaan mereka apa adanya.

Autis merupakan gejala yang timbul karena adanya gangguan atau kelainan saraf pada otak seseorang. Autis bukanlah suatu penyakit, tapi gejala

Saat ini, banyak orang tua yang khawatir ancaman autis bakal menimpa anaknya. Mereka mulai panik ketika bayi mereka tidak bereaksi keika dipanggil, sering menangis, tidak ada eye contact, tidak tersenyum dan kadang terpukau dengan suatu benda.

Dra. Louisa Maspaitella, M.Psi dari RSAB Harapan Kita pun memaklumi kekhawatiran para orang tua tersebut.

"Saat ini jumlah anak autis di Indonesia banyak sekali, dan wajar saja orang tua ketakutan karena banyak faktor yang dapat menyebabkan seorang anak terkena autis, kita tidak pernah tahu, " ujar psikolog berdarah campuran Jawa dan Ambon tersebut dalam perbincangannya dengan detikhealth.

Dra. Louisa menyebutkan beberapa faktor penyebab autis, diantaranya faktor makanan, psikologi ibu, kurangnya oksigen, bahan-bahan kimia atau obat-obatan dan juga faktor genetik.

"Saya punya seorang pasien anak autis, ironisnya kedua orang tuanya seorang dokter, yang notabennya ahli di bidang medis. Lebih ironisnya lagi, ketiga anak mereka terlahir dalam keadaan autis semua," ungkap wanita yang sehari-harinya disibukkan di RSAB Harapan Kita sebagai ketua tim Poliklinik Parent Education.

Selidik punya selidik, ternyata sang ibu doyan makan kerang yang banyak tercemar oleh limbah zat-zat kimia. "Konsumsi seafood memang sah-sah saja, tapi segala sesuatu yang berlebih memang berakibat buruk," ucap Dra. Louisa.

Dra. Louis, begitu sapaan akrabnya, mengingatkan bahwa ibu hamil memang sangat rentan terhadap berbagai faktor resiko, kesehatan fisik dan psikis pun menjadi dua hal yang harus tetap dijaga.

Terkait dengan autis, gejala lain yang sering menyertai anak autis adalah ADHD. Berbeda dengan autis, Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau ADHD ditandai dengan gejala hiperaktif, tidak bisa fokus pada satu kegiatan, tidak bisa diam, sering mengganggu teman dan melakukan akivitas yang jarang dilakukan anak lain pada umumnya.

Anak autis memang bermasalah dalam hal komunikasi dan interaksi sosial, sepertinya mereka memiliki dunianya sendiri. Gejala ADHD pun terkadang hinggap pada mereka, namun tidak semua anak autis disertai dengan gejala ADHD.

"Anak autis belum tentu ADHD, dan begitu pula sebaliknya. Kedua gejala tersebut berbeda satu sama lain. Jika kita ingin tahu apakah seorang anak memiliki gejala ADHD atau tidak, coba dudukkan selama 5 menit saja di depan televisi, pasti ia tidak bisa dan langsung beranjak pergi jika memiliki gejala ADHD," ujar Dra. Louis.

Jika perilaku seorang anak sudah dicurigai sebagai autis atau ADHD, Dra. Louis menyarankan untuk membawanya segera ke dokter atau psikolog.

Orang tua pun harus lebih pintar dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada anaknya, faktor apa saja yang memicu perilakunya, tetap menjalin komunikasi dengan anak dan jangan membiarkannya hidup dalam ketidakwajaran.

Namun Dra. Louis pun mengingatkan untuk tidak cepat-cepat memvonis seorang anak hiperaktif. "Tapi jangan salah tanggap juga, anak hiperaktif tidak selalu ADHD. Seorang anak TK umur 5 tahun yang memiliki kemampuan mental sama dengan anak umur 7 tahun, cerdas, aktif dan cepat respon tidak dapat divonis sebagai anak ADHD," ujarnya.

"Yang penting orang tua maupun guru harus tahu apakah perilaku si anak sesuai atau tidak dengan standar usianya. Thomas Alfa Edison aja dianggap bodoh dan dikeluarkan dari sekolah oleh gurunya karena berperilaku aneh, namun justru dialah yang menemukan lampu," tambahnya.

Banyak terapi yang dapat dilakukan untuk menangani anak-anak autis maupun ADHD, diantaranya terapi bicara, okupasi, sensori, diet makanan, floor time, dan lainnya. Namun yag paling penting adalah memberikan terapi sesuai
permasalahannya.

Salah satu cara kreatif yang coba diterapkan Dra. Louis untuk menangani anak ADHD adalah dengan membuat rekaman video. "Orang tua merekam perilaku si anak, kemudian memutarnya kembali untuk membuat si anak tertarik. Lewat video itu, si anak diajarkan perilaku mana yang baik dan mana yang tidak. Bakat, kepribadian dan emosinya pun dapat lebih terpantau. Terapi ini cukup berhasil membuat anak fokus sekaligus mengedukasi anak lewat media yang menarik," ujarnya.

"Orang tua harus kenal dulu penyebabnya apa, dan jangan malu berkomunikasi dengan dokter. Tidak jarang orang tua yang merasa malu dengan keadaan anaknya sehingga membiarkannya begitu saja," ucap wanita yang juga tergabung dalam Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) tersebut.

Penanganan autis memang membutuhkan waktu yang lama, ada yang dapat sembuh dan ada juga yang sulit disembuhkan. "Salah satu pasien saya dapat kembali normal ketika sudah mencapai sarjana. Saya tahu dan melihat sendiri, dibalik kesembuhannya itu ada pengorbanan yang luar biasa dari orang tuanya," ujar Dra. Louis.

"Setiap manusia pasti punya kekurangan, tapi jangan terpaku pada kekurangan itu, lihatlah kelebihannya," demikian ucap Dra. Louis.

Cara berpikir para orang tua pun harus diubah, jangan melihat dari sisi negatifnya saja, tapi lihatlah keadaan tersebut sebagai ladang bagi mereka untuk lebih sabar dan ikhlas.

"Anak autis harus diterima apa adanya, hanya dengan mencintai, menghargai dan dorongan untuk terus belajar, ia akan merasa dicintai pula," ucapnya.


Sumber: http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/202-pantang-menyerah-menemani-anak-autis

Jumlah Anak Autis Meningkat

KOMPAS.com - Setiap tahun, angka kejadian autisme meningkat pesat. Data terbaru dari Centre for Disease Control and Prevention Amerika Serikat menyebutkan, kini 1 dari 110 anak di sana menderita autis. Angka ini naik 57 persen dari data tahun 2002 yang memperkirakan angkanya 1 dibanding 150 anak.

Di Indonesia, tren peningkatan jumlah anak autis juga terlihat, meski tidak diketahui pasti berapa jumlahnya karena pemerintah belum pernah melalukan survei.

Menurut data resmi yang dikeluarkan pemerintah AS tersebut, disebutkan satu persen anak di sana kini menunjukkan beberapa gejala autisme, seperti gangguan berkomunikasi, bahasa, dan kemampuan kognitif, mulai dari yang ringan sampai berat.

Data ini juga menguatkan temuan berbagai studi yang menyebutkan gejala autis lebih sering terlihat pada anak laki-laki dibanding perempuan. Menurut data CDC ini, pada anak laki-laki prevelansinya naik 60 persen dibanding dengan data tahun 2002. Sementara pada anak perempuan hanya 48 persen.

Yang menarik untuk diketahui adalah mengapa kini makin banyak anak yang menderita autis? Yang pasti jawabannya tidak sederhana karena banyak faktor yang terlibat di dalamnya.

Berbagai studi menyatakan naiknya jumlah anak autis bisa dijelaskan lewat luasnya karateristik yang dipakai untuk menentukan diagnosa anak austis serta peningkatan akses informasi pada kondisi autis. Meski begitu, masih ada tanda tanya besar mengenai penyebab meningkatnya tren gangguan kondisi ini.

Beberapa penelitian menunjukkan, perubahan genetik merupakan penyebab gangguan autis. Namun beberapa pakar menyatakan kurang yakin dengan penjelasan ini. "Bila kita melihat peningkatan tren seperti ini, maka kita harus mulai mengarahkan fokus pada isu lingkungan," kata Dr.Thomas Insel, direktur National Institute of Mental Health.

Karena kebanyakan gejala autis didiagnosa sebelum anak berusia dua tahun, kebanyakan pakar percaya bahwa faktor pencetusnya terjadi pada masa kehamilan atau pada bulan-bulan awal kehidupan bayi. Usia ibu yang terlalu tua saat hamil, selain juga paparan lingkungan yang dialami bayi, misalnya pola makan atau terjadinya infeksi pada bayi, diduga berpengaruh besar pada timbulnya autis.

Karena belum jelasnya penyebab penyakit ini, orangtua belum bisa menentukan tindakan preventif apa yang bisa dilakukan. Namun para ahli berpendapat terapi perkembangan terpadu sebaiknya langsung dilakukan begitu anak didiagnosa autis. Dengan terapi terpadu, diharapkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dan berkomunikasi akan meningkat.

Kerjasama yang erat antara orangtua, terapis, dokter, psikolog, serta guru di sekolah diperlukan agar penanganan anak autis bisa lebih baik lagi.


Sumber : TIME.com

Tidurkan Anak Autis dengan Melatonin

SUPLEMEN melatonin dosis rendah bisa membantu anak autisme untuk mendapatkan tidur malam yang lebih baik. Keuntungan lain, suplemen ini tidak menimbulkan efek samping sehingga orangtua bisa tetap menggunakan sepanjang diperlukan.

Pernyataan ini berdasarkan temuan peneliti dari Sleep Disorders Center di Vanderbilt University, Nashville, Tenn. 11 anak autisme berusia 4-10 tidur lebih cepat dengan durasi tidur yang lebih lama saat diberikan suplemen melatonin dosis rendah.

Menurut pemimpin studi Beth Malow, MD, studi ini terinspirasi dari studi-studi sebelumnya yang telah menemukan kalau sekitar 70% anak-anak autisme mengalami gangguan tidur dan studi yang menunjukkan kalau kekurangan melatonin (hormon tidur alami tubuh) merupakan penyebab gangguan tidur. Melatonin, terang malow, merupakan hormon yang disekresikan pada malam hari oleh kelenjar pineal di otak. Melatonin diyakini mengontrol siklus tidur, yang seringkali terganggu pada lansia dan anak-anak autisme.

Kebiasaan tidur yang baik

Dalam studi yang dipresentasikan pada pertemuan tahunan American Neurological Association ini, Malow beserta timnya memelajari efek suplementasi melatonin pada 11 anak autisme yang masih tetap terjaga paling tidak 30 menit semalam, 3 malam seminggu, sebelum tertidur.

Orangtua juga diminta mengikuti program pendidikan mengenai kebiasaan tidur yang baik. Mereka dididik untuk memastikan kalau anak-anak mereka mempertahankan rutinitas jam tidur, misalnya pergi tidur pada waktu yang sama setiap malam. Dan jika anak terbangun di tengah malam, orangtua sebaiknya menuntun mereka kembali ke tempat tidur, jangan membiarkan mereka tidur di antara ayah dan ibu.

Kemudian, anak-anak diberikan melatonin dalam bentuk cair (karena banyak anak autisme yang kesulitan menelan pil), setengah jam sebelum tidur, setiap malam. Dosisnya ditingkatkan setiap 3 minggu hingga anak-anak tersebut bisa tidur dalam waktu 30 menit setelah jam tidur paling tidak 5 malam seminggu.

Sejauh ini, terang Malow, 11 anak telah melengkapi fase pertama studi yang berlangsung selama 4 bulan. Setelah melakukan suplementasi selama 16 minggu, rata-rata waktu yang mereka perlukan untuk tertidur menurun dari 38 menit menjadi 22 menit. Dari 11 anak ini, terang Malow, 3 anak bisa berhasil dengan 1 miligram melatonin semalam, 6 membutuhkan 3 miligram, dan hanya 2 anak yang memerlukan 6 miligram.

"Mereka juga tidur lebih lama, dan orangtua melaporkan mengaku tidak menghadapi banyak masalah untuk mengajak anak tidur," tutur Malow, seperti dikutip situs webmd. Selain itu, lanjut Malow, anak-anak juga menunjukkan lebih sedikit tingkah laku sesuka hati yang umum dialami anak-anak autisme. (OL-08)

Sumber: http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/212-tidurkan-anak-autis-dengan-melatonin

Terapi Musik Dorong Perubahan Positif Autisme

TERAPI musik tidak hanya berfungsi memfasilitasi perubahan positif pada perilaku manusia dewasa tetapi juga mempunyai pengaruh positif pada anak penderita autisme. Musik, menurut penelitian berperan sebagai rangsangan luar yang membuat anak nyaman, karena tidak terlibat kontak langsung dengan manusia.

Manfaat terapi

Meningkatkan perkembangan emosi sosial anak. Saat memulai suatu hubungan, anak autisme cenderung secara fisik mengabaikan atau menolak kontak sosial yang ditawarkan oleh orang lain. Dan terapi musik membantu menghentikan penarikan diri ini dengan cara membangun hubungan dengan benda, dalam hal ini instrumen musik.

Anak-anak autisme, berdasarkan hasil studi, melihat alat musik sebagai sesuatu yang menyenangkan. Anak-anak ini biasanya sangat menyukai bentuk, menyentuh dan juga bunyi yang dihasilkan. Karena itu, peralatan musik ini bisa menjadi perantara untuk membangun hubungan antara anak autisme dengan individu lain.

Membantu komunikasi verbal dan nonverbal. Terapi musik juga bisa membantu kemampuan berkomunikasi anak dengan cara meningkatkan produksi vokal dan pembicaraan serta menstimulasi proses mental dalam hal memahami dan mengenali. Terapis akan berusaha menciptakan hubungan komunikasi antara perilaku anak dengan bunyi tertentu.

Anak autisme biasanya lebih mudah mengenali dan lebih terbuka terhadap bunyi dibandingkan pendekatan verbal. Kesadaran musik ini dan hubungan antara tindakan anak dengan musik, berpotensi mendorong terjadinya komunikasi.

Mendorong pemenuhan emosi. Sebagian besar anak autisme kurang mampu merespon rangsangan yang seharusnya bisa membantu mereka merasakan emosi yang tepat. Tapi, karena anak autisme bisa merespon musik dengan baik, maka terapi musik bisa membantu anak dengan menyediakan lingkungan yang bebas dari rasa takut.

Selama mengikuti sesi terapi, setiap anak mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan diri saat mereka ingin, sesuai dengan cara mereka sendiri. Mereka bisa membuat keributan, memukul instrumen, berteriak dan mengekspresikan kesenangan akan kepuasan emosi. Selain itu, terapi musik juga membantu anak autisme dengan:
•Mengajarkan keahlian sosial
•Meningkatkan pemahaman bahasa
•Mendorong hasrat berkomunikasi
•Mengajarkan anak mengekpresikan diri secara kreatif
•Mengurangi pembicaraan yang tidak komunikatif
•Mengurangi pengulangan kata yang diucapkan orang lain secara instan dan tidak terkontrol.

Sesi terapi

Terapi musik akan dirancang, dijalankan, dan dievaluasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Selama terapi anak akan dilibatkan dalam beberapa aktivitas seperti:
•Mendengarkan musik atau kreasi musik
•Memainkan alat musik
•Bergerak mengikuti irama musik
•Bernyanyi


Sumber: http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/213-terapi-musik-dorong-perubahan-positif-autisme
TERAPI musik tidak hanya berfungsi memfasilitasi perubahan positif pada perilaku manusia dewasa tetapi juga mempunyai pengaruh positif pada anak penderita autisme. Musik, menurut penelitian berperan sebagai rangsangan luar yang membuat anak nyaman, karena tidak terlibat kontak langsung dengan manusia.

Manfaat terapi

Meningkatkan perkembangan emosi sosial anak. Saat memulai suatu hubungan, anak autisme cenderung secara fisik mengabaikan atau menolak kontak sosial yang ditawarkan oleh orang lain. Dan terapi musik membantu menghentikan penarikan diri ini dengan cara membangun hubungan dengan benda, dalam hal ini instrumen musik.

Anak-anak autisme, berdasarkan hasil studi, melihat alat musik sebagai sesuatu yang menyenangkan. Anak-anak ini biasanya sangat menyukai bentuk, menyentuh dan juga bunyi yang dihasilkan. Karena itu, peralatan musik ini bisa menjadi perantara untuk membangun hubungan antara anak autisme dengan individu lain.

Membantu komunikasi verbal dan nonverbal. Terapi musik juga bisa membantu kemampuan berkomunikasi anak dengan cara meningkatkan produksi vokal dan pembicaraan serta menstimulasi proses mental dalam hal memahami dan mengenali. Terapis akan berusaha menciptakan hubungan komunikasi antara perilaku anak dengan bunyi tertentu.

Anak autisme biasanya lebih mudah mengenali dan lebih terbuka terhadap bunyi dibandingkan pendekatan verbal. Kesadaran musik ini dan hubungan antara tindakan anak dengan musik, berpotensi mendorong terjadinya komunikasi.

Mendorong pemenuhan emosi. Sebagian besar anak autisme kurang mampu merespon rangsangan yang seharusnya bisa membantu mereka merasakan emosi yang tepat. Tapi, karena anak autisme bisa merespon musik dengan baik, maka terapi musik bisa membantu anak dengan menyediakan lingkungan yang bebas dari rasa takut.

Selama mengikuti sesi terapi, setiap anak mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan diri saat mereka ingin, sesuai dengan cara mereka sendiri. Mereka bisa membuat keributan, memukul instrumen, berteriak dan mengekspresikan kesenangan akan kepuasan emosi. Selain itu, terapi musik juga membantu anak autisme dengan:
•Mengajarkan keahlian sosial
•Meningkatkan pemahaman bahasa
•Mendorong hasrat berkomunikasi
•Mengajarkan anak mengekpresikan diri secara kreatif
•Mengurangi pembicaraan yang tidak komunikatif
•Mengurangi pengulangan kata yang diucapkan orang lain secara instan dan tidak terkontrol.

Sesi terapi

Terapi musik akan dirancang, dijalankan, dan dievaluasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Selama terapi anak akan dilibatkan dalam beberapa aktivitas seperti:
•Mendengarkan musik atau kreasi musik
•Memainkan alat musik
•Bergerak mengikuti irama musik
•Bernyanyi (ol-08)


Sumber: http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/213-terapi-musik-dorong-perubahan-positif-autisme

Hormon Oxytocin Bantu Tangani Autisme

OXYTOCIN atau yang dikenal juga dengan hormon cinta, bisa membantu mengembangkan keterampilan dan perilaku sosial penderita autisme pada level high-functioning.

High-functioning autism merupakan istilah informal yang merujuk pada orang-orang autis yang dianggap memiliki fungsi yang lebih tinggi di bidang tertentu dibandingkan penderita autisme pada umumnya.

Sebuah studi baru menunjukkan bahwa orang-orang dengan gangguan high-functioning autism, seperti Asperger's syndrome, yang ditangani dengan oxytocin merespon lebih kuat terhadap orang lain dan menunjukkan lebih banyak perilaku sosial yang tepat.

Meskipun mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi, orang-orang dengan high-functioning autism kurang keahlian sosial untuk bergaul secara tepat dengan orang lain di dalam masyarakat.

Oxytocin dinamakan hormon cinta karena dikenal menguatkan hubungan antara ibu dan bayi. Hormon ini juga diyakini terlibat dalam pengaturan emosi dan perilaku sosial lainnya. Penelitian lain telah menemukan bahwa anak-anak autis memiliki kadar oxytocin yang lebih rendah dibandingkan anak-anak tanpa autisme.

Dalam studi yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences ini, peneliti memeriksa efek menghirup oxytocin terhadap perilaku sosial pada 13 orang dewasa muda dengan high-functioning autism dalam dua percobaan terpisah. Selain itu, peneliti juga melibatkan 13 partisipan tanpa autisme sebagai kelompok pembanding.

Pada percobaan pertama, peneliti mengamati perilaku sosial partisipan dalam ball-tossing game di komputer. Dalam game ini, pemain diminta memilih mengirim bola kepada karakter yang baik, buruk atau netral.

Pada umumnya, orang-orang dengan autisme tidak akan terlalu memperhatikan ketiga pilihan tersebut. Tapi dalam percobaan ini, mereka yang menghirup oxytocin lebih banyak terlibat dengan karakter baik dan mengirim lebih banyak bola kepada karakter yang baik dibandingkan yang jahat.

Partisipan dengan autisme yang diberikan placebo tidak menunjukkan perbedaan respon terhadap ketiga karakter. Sedang kelompok pembanding tanpa autisme mengirim lebih banyak bola kepada karakter yang baik.

Dalam percobaan kedua, peneliti mengukur tingkat perhatian dan respon partisipan terhadap gambar wajah manusia. Mereka yang ditangani dengan oxytocin lebih memperhatikan tanda-tanda visual di gambar dan melihat lebih lama pada area wajah yang berkaitan dengan informasi sosial, seperti mata.

"Di bawah pengaruh oxytocin, pasien merespon lebih kuat terhadap orang lain dan menunjukkan perilaku sosial yang lebih tepat. Hal ini menunjukkan potensi terapis oxytocin dalam menangani autisme," terang peneliti Elissar Andari dari Centre Nátional de la Recherche Scientifique di Bron, Prancis, seperti dikutip situs webmd.com.

Peneliti menyatakan bahwa hasil studi ini mengindikasikan perlunya studi lanjutan untuk memeriksa efek oxytocin terhadap keterampilan dan perilaku sosial pada orang-orang dengan high-functioning autism.


Sumber : www.mediaindonesia.com

Terapi Lumba-Lumba Untuk Anak Autis

Benarkah terapi lumba2 bisa menyembuhkan anak autis ?
Pertanyaan diatas banyak sekali masuk ke website kami akhir2 ini.
Jawaban pertanyaan diatas adalah : hal tersebut masih harus mendapatkan penelitian, oleh karena sampai saat ini belum terbukti.
Autisme mempunyai penyebab yang luar biasa rumit dan multifaktorial, sehingga rasanya tidak mungkin disembuhkan hanya dengan berenang dengan dolphin.

2 Tahun yang lalu pernah ada tulisan mengenai "dolphin therapy" di website ini. Baiklah dibawah ini kami akan muat kembali tulisan ini untuk dibaca dan dimengerti.

DOLPHIN THERAPY

Selama berabad-abad, dolphin dikenal sebagai mahluk yang cerdas dan baik hati. Cerita mengenai kepahlawanan mereka menolong perenang-perenang yang kecapaian sudah ada sejak zaman dahulu.

Para dokter saat ini mencoba memakai dolphin untuk terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus. Anak-anak ini suka berada dalam air yang hangat, menyentuh tubuh dolphin dan mendengar suara-suara yang dikeluarkan oleh dolphin-dolphin tersebut.
Dalam 2 dekade terakhir ini beberapa terapis dan psikolog berpendapat bahwa berenang dengan dolphin mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan. Beberapa orang bahkan percaya bahwa getaran dolphin dapat menyembuhkan sel manusia.

Apakah dolphin therapy itu ?

Para dokter di Dolphin-Human Therapy Center percaya bahwa mahluk yang sangat cerdas ini dapat membantu anak-anak dengan berbagai gangguan saraf, bahkan anak dengan Sindroma Down dan autisme.
Anak-anak ini demikian menyukai berenang dengan dolphin, sehingga hal tersebut dipakai sebagai "reward" untuk anak yang memberi respons yang baik pada terapi perilaku, misalnya pada terapi metoda ABA.
Laporan dari berbagai negara menunjukkan bahwa faktor interaksi itulah yang mempunyai effek yang positif terhadap manusia.

Bagaimana cara kerjanya ?

Salah satu teori mengemukakan bahwa getaran sonar dolphin yang unik dapat mengindentifikasi gangguan saraf pada manusia, lalu menenangkannya sehingga lebih mudah bisa menerima pelajaran dan penyembuhan.
Namun banyak pula para ilmuwan yang berpendapat bahwa anak-anak hanya menyukai bersentuhan dengan dolphin, dan berenang dengan dolphin hanya merupakan suatu rekreasi saja.
Suatu penelitian dilakukan di Dolphin-Human Therapy Center di Key Largo, Florida.
David Cole, seorang ilmuwan dalam bidang neurology menciptakan alat khusus untuk mengukur effek dari dolphin pada otak manusia.
Cole mendapatkan bahwa ada suatu perubahan faali bila manusia berinteraksi dengan dolphin. Setelah berinteraksi dengan dolphin didapatkan bahwa anak-anak tersebut menjadi lebih tenang. Banyak peneliti berpendapat bahwa relaksasi inilah yang merupakan penyebab keberhasilan dolphin therapy.
Menurut beberapa peneliti, relaksasi merangsang system kekebalan tubuh.

Cole mempunyai teori yang lain. Menurutnya enerji dari dolphin bisa menimbulkan suatu phenomena "cavitasi" (pembuatan lubang). Enerji tersebut dapat membuat robekan, bahkan lubang pada struktur molekuler dan tissue yang lembut. Cole percaya bahwa hal ini bisa merubah metabolisme selular, dan terjadi pelepasan hormone atau endorphin yang merangsang pembentukan sel-T (system kekebalan).
Banyak yang percaya pada teori cavitasi ini, namun banyak pula ilmuwan yang bersikap skeptis.

Apakah kita bergantung pada harapan kosong ?

Meskipun terapi dengan dolphin ini menghasilan beberapa perbaikan yang tidak dapat difahami, namun jangan lupa bahwa hal ini merupakan suatu eksperimentasi saja dan tidak memberikan penyembuhan secara medis.
Apakah kita bergantung pada harapan yang kosong untuk "penyembuhan" autisme ?
Banyak bukti bahwa berhubungan erat dengan binatang mempunyai effek yang baik pada manusia, misalnya dengan anjing dan dengan kuda. Menyentuh dan bicara pada binatang bisa mengurangi stress.
Berenang dan berinteraksi dengan dolphin merupakan petualangan yang menyenangkan.
Dolphin mempunyai tampang yang sangat lucu dan membuat gemas, mereka seolah-olah selalu tersenyum.

Terapi dengan dolphin ternyata membantu kemajuan beberapa anak, namun jangan dianggap itu sebagai penyembuhan. Orang tua tidak boleh bergantung pada harapan kosong.
Dapat dimengerti bahwa kita sebagai orang tua ingin memberikan yang terbaik bagi anak kita, meskipun sepertinya pada akhirnya menimbulkan kekecewaan dan kerugian secara finansial.
Orang tua biasa mencari penyembuhan yang ajaib bagi anak-anaknya, namun bila tidak mendapatkannya, kita tetap mencintai anak-anak tersebut, oleh karena mereka adalah anak-anak pemberian Tuhan. (MB)

Sumber : Yayasan Autisma Indonesia (YAI)
Website: http://www.autisme.or.id

Dapatkah Sebuah Robot Mendiagnosa Autisme?

Seorang ahli riset dalam bidang ilmu komputer di Universitas Yale: Prof.Brian Scasselati, membuat sebuah kepala robot sederhana untuk melihat respons anak-anak yang nonautistik maupun yang autistik, terhadap robot tersebut. Alat ini bisa diprogram untuk menjawab pertanyaan anak-anak. Juga robot tersebut kadang2 mengatakan sesuatu secara spontan.

Prof. Scasselati melihat perbedaan respons dari anak autistik dan nonautistik terhadap robot tersebut. Anak umur 3 tahun yang nonautistik akan terus berinteraksi dengan robot yang memberi respons, tapi akan segera bosan dengan robot yang tidak responsif. Sebaliknya anak autistik tetap terpukau oleh robot tersebut, tidak perduli bahwa robot itu memberi respons atau tidak. Perbedaan lain yang mencolok dalam penelitian itu adalah pandangan mata. Bila diputarkan film dari 2 orang yang sedang bercakap-cakap, maka anak nonautistik pandangan matanya akan beralih-alih memandang mata orang yang sedang berbicara.

Anak autistik matanya akan tetap memandang latar belakang dari kedua orang yang sedang bercakap-cakap tersebut. Pemeriksaan tatap mata ini secara potensial bisa dikembangkan sebagai alat diagnostik bagi anak autistik yang masih berumur dibawah 3 tahun, demikian Prof Scasselati. Makin awal terdiagnosa, makin cepat bisa dilakukan intervensi. Sampai saat ini Prof. Scasselati dan kelompoknya sedang mencoba mengembangkan cara-cara diagnosis saja , dan bukan cara terapi. Namun, katanya, siapa tahu dikemudian hari ditemukan cara untuk menterapi dengan menggunakan mesin seperti ini.

Para peneliti di Yale dan tempat-tempat lain sedang mendisain robot dan alat lain seperti video-game untuk mengajarkan anak ketrampilan bersosialisasi. Robot dibuat sedemikian rupa sehingga bisa berinteraksi dengan anak untuk jangka waktu tertentu. Menangani anak autistik sangat melelahkan, demikian Prof. Scasselati. Keunggulan sebuah mesin adalah bahwa ia tidak mengenal lelah.

Para dokter dan terapis yang menangani autisme memberi komentar bahwa menegakkan diagnosa autisme tidak bisa hanya dari tatapan mata saja, banyak pula faktor lain yang harus diperiksa. Oleh karena itu tidak mungkin diagnosa ditegakkan oleh sebuah mesin/robot. Lagipula dapatkah sebuah mesin mengalahkan ketrampilan manusia untuk mengajarkan anak bersosialisasi ? Maukah para orang tua mempunyai anak seperti robot ?

Sumber : Yayasan Autisma Indonesia (YAI)
Website : http://www.autisme.or.id

Kenali Autisme

Anak-anak penyandang spektrum autisme biasanya memperlihatkan setidaknya setengah dari daftar tanda-tanda yang disebutkan di bawah ini. Gejala-gejala autisme dapat berkisar dari ringan hingga berat dan intensitasnya berbeda antara masing-masing individu.
Hubungi profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autisme, jika anda mencurigai anak anda memperlihatkan setidaknya separuh dari gejala-gejala ini :

-Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya
-Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya
-Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata
-Tidak peka terhadap rasa sakit
-Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.
-Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda
-Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan
-Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam)
-Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan daripada kata-kata
-Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang bersifat rutin
-Tidak peduli bahaya
-Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama
-Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa)
-Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi
-Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti orang tuli
-Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa
-Tentrums – suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas
-Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok)

Sumber: http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/kenali-autisme

Deteksi Dini Autisme

Bila gejala autisme dapat dideteksi sejak dini dan kemudian dilakukan penanganan yang tepat dan intensif, kita dapat membantu anak autis untuk berkembang secara optimal.
Untuk dapat mengetahui gejala autisme sejak dini, telah dikembangkan suatu checklist yang dinamakan M-CHAT (Modified Checklist for Autism in Toddlers). Berikut adalah pertanyaan penting bagi orangtua:
1. Apakah anak anda tertarik pada anak-anak lain?
2. Apakah anak anda dapat menunjuk untuk memberitahu ketertarikannya pada sesuatu?
3. Apakah anak anda pernah membawa suatu benda untuk diperlihatkan pada orangtua?
4. Apakah anak anda dapat meniru tingkah laku anda?
5. Apakah anak anda berespon bila dipanggil namanya?
6. Bila anda menunjuk mainan dari jarak jauh, apakah anak anda akan melihat ke arah mainan tersebut?

Bila jawaban anda TIDAK pada 2 pertanyaan atau lebih, maka anda sebaiknya berkonsultasi dengan profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autisme.

Sumber: http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/deteksi-dini-autisme

Apa Itu Autisme?

Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun.
Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif.
Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal.

Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri) seperti berputar-putar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap, berjalan berjinjit dan lain sebagainya.
Gejala autisme sangat bervariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering tempertantrum (menangis dan mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa atau marah-marah tanpa sebab yang jelas.
Selain berbeda dalam jenis gejalanya, intensitas gejala autisme juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat.
Oleh karena banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut di antara masing-masing individu, maka saat ini gangguan perkembangan ini lebih sering dikenal sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik (GSA).
Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membedakan warna kulit, status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Tidak semua individu ASD/GSA memiliki IQ yang rendah. Sebagian dari mereka dapat mencapai pendidikan di perguruan tinggi. Bahkan ada pula yang memiliki kemampuan luar biasa di bidang tertentu (musik, matematika, menggambar).
Prevalensi autisme menigkat dengan sangat mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Menurut Autism Research Institute di San Diego, jumlah individu autistik pada tahun 1987 diperkirakan 1:5000 anak. Jumlah ini meningkat dengan sangat pesat dan pada tahun 2005 sudah menjadi 1:160 anak. Di Indonesia belum ada data yang akurat oleh karena belum ada pusat registrasi untuk autisme. Namun diperkirakan angka di Indonesia pun mendekati angka di atas. Autisme lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dengan perbandingan 4:1

Sumber: http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/apa-itu-autisme

Senin, 01 Maret 2010

Minum Obat atau Tidak?

Khusus penderita ADHD yang masih berusia di bawah lima tahun, biasanya ia diterapi perilaku dulu. Bentuk terapinya bisa berbeda-beda, karena sifatnya benar-benar case by case . Terapi ini bisa juga dilakukan oleh orang tua. Tentunya, setelah orang tua mendapat bimbingan dari psikiater anak. Bila terapi ini tidak membuahkan hasil, barulah obat diberikan.

Pada penderita autis dengan spektrum ADHD, ia harus menjalani dua macam terapi. Pertama, ABA ( Applied Behavioral Analysis), yaitu terapi yang meminta dia mengikuti semua aturan yang diberikan. Dalam setiap aturan, ada punishment dan reward. Kedua, SI ( Sensory Integration), yakni terapi untuk merangsang impuls sensorinya, sehingga anak dapat mengkoordinasikan gerakan otot tubuh sesuai perintah dari otak.


Obat, biasanya, diberikan belakangan karena hingga kini terapi obat masih banyak menimbulkan kontroversi di kalangan ahli. Apakah pemberian obat tidak akan menyebabkan ketergantungan nantinya? Memang dosis obat tergantung pada seberapa salah otak anak penderita ADHD. Dan, tidak tertutup kemungkinan, ia akan terus minum obat sampai dewasa. Meski begitu, biasanya dokter sudah memperhitungkan secara akurat dosis obat yang sesuai bagi pasiennya.

sumber:
http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Psikologi/Balita/inilah.penyebab.anak.hiperaktif/001/007/450/40/3

Profesional yang dapat mendiagnosa dan menangani ADHD

Gejala ADHD harus dinilai oleh seorang profesional kesehatan yang memiliki kualifikasi untuk menilai anak dengan ADHD. Profesional yang mengobati anak dengan ADHD harus terlatih untuk mendiagnosa dan mengobati ADHD. Mereka juga harus memiliki pengetahuan yang menyeluruh mengenai perkembangan anak normal. Penanganan dapat meliputi terapi dengan obat, terapi perilaku/tingkah laku atau kombinasi keduanya.

Dokter Psikiatri: Dapat mendiagnosa ADHD, Dapat meresepkan obat jika diperlukan, menyediakan konseling dan pelatihan.

Dokter Anak dan Dokter Saraf: Dapat mendiagnosa ADHD, Dapat meresepkan obat jika diperlukan, tetapi tidak menyediakan konseling dan pelatihan.

Psikolog dan Terapis: Dapat mendiagnosa ADHD, menyediakan konseling dan pelatihan, tetapi tidak dapat meresepkan obat.

sumber: http://adhd.or.id/adhd.html

Ketidakberesan Otak pada Penderita ADHD

Sejumlah penelitian telah dilakukan oleh para ahli di berbagai pelosok dunia untuk menyingkap penyebab pasti gangguan ini. Hasilnya, ada yang salah pada otak anak penderita Attention Deficit Hiperactive Disorder (ADHD).

Demi mendukung penelitian, para ahli telah menggunakan peralatan paling mutakhir untuk melakukan pencitraan otak. Misalnya, Positron Emission Tomography (PET), Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT), serta Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Diketahui memang ada yang salah pada otak anak Attention Deficit Hiperactive Disorder (ADHD). Kelainan pada otak ini bisa terjadi di bagian depan otak, namun bisa pula terjadi pada senyawa kimia penghantar rangsang atau neurotransmitter. Khususnya, dari jenis dopamin dan norepinefrin. Otak anak penderita ADHD, khususnya otak kanan, memiliki ukuran yang lebih kecil.

sumber:
http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Psikologi/Balita/inilah.penyebab.anak.hiperaktif/001/007/450/40/3

Riwayat yang Diduga ADHD

1. Masa baby – infant
- Anak serba sulit
- Menjengkelkan
- Serakah
- Sulit tenang
- Sulit tidur
- Tidak ada nafsu makan

2. Masa prasekolah
- Terlalu aktif
- Keras kepala
- Tidak pernah merasa puas
- Suka menjengkelkan
- Tidak bisa diam
- Sulit beradaptasi dengan lingkungan

3. Usia sekolah
- Sulit berkonsentrasi
- Sulit memfokuskan perhatian
- Impulsif

4. Adolescent
- Tidak dapat tenang
- Sulit untuk berkonsentrasi dan mengingat
- Tidak konsisten dalam sikap dan penampilan

sumber:
http://netsains.com/2010/01/cara-cepat-membedakan-adhd-dan-autisme/

Usia 3,5-7 tahun yang rawan ADHD

Sebenarnya, gangguan ADHD tidak begitu sulit dideteksi. Karena, ciri-cirinya begitu khas; yakni sulit berkonsentrasi dan hiperaktif maupun impulsif pada setiap situasi. Dan, gangguan perilaku itu kerap menyebabkan anak gagal melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-harinya.
Meski begitu, Anda tidak bisa begitu saja mengatakan kalau si kecil Anda pasti menderita ADHD, semata-mata ‘bermodalkan' ketiga ciri utama itu. Balita Anda masih harus memiliki enam dari sembilan kriteria yang ditetapkan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (lihat boks “Beberapa Kriteria Anak ADHD”).
Ketiga ciri utama ADHD sebenarnya sudah bisa diketahui sebelum anak berusia tujuh tahun. Tepatnya, menurut dr. Dwijo, antara usia 3,5 - 7 tahun. Tapi, ada juga anak yang gangguan ADHD-nya sudah terlihat pada umur 1,5 - 2,5 tahun.
Gangguan ini terbukti diwariskan secara genetik. “Dan, kebanyakan penderitanya adalah anak laki-laki. Kalau mau dibuat perbandingan, kira-kira 2-6 kali lebih banyak ketimbang anak perempuan,” tambah dr. Dwijo.

sumber:
http://bundaananda.blogspot.com/2009/08/hiperaktif.html

Kontroversi Pengobatan Ganja untuk Anak Hiperaktif

Orangtua yang memiliki anak hiperaktif (ADHD) di Amerika mulai mencoba-coba pengobatan dengan ganja. Efek ganja yang menenangkan diyakini mampu meredam perilaku agresif anak ADHD.

Orangtua yang menggunakan ganja demi mengobati anaknya ini berani melawan arus publik yang menentang pengguanaan ganja untuk autis atau ADHD karena belum ada buktinya. Kontroversi penggunaan ganja sebagai obat penolong anak ADHD pun spontan merebak.

Di negara bagian California, ganja adalah barang yang diperbolehkan penggunaannya sebagai obat. Beberapa dokter disana kini mencoba mengobati anak ADHD atau anak hiperaktif dengan ganja.

Undang-undang ganja di California sudah memperbolehkan penggunaannya sebagai obat sejak tahun 2004. Setidaknya ada 36.000 resep dokter yang dilaporkan menggunakan ganja sebagai obat, termasuk untuk mengobati anak hiperaktif atau ADHD (Attention Deficit Hyperacitivty Disorder).

Menurut Stephen Hinshaw, profesor psikologi dari the University of California di Berkeley, penggunaan ganja sebagai obat sangat berbahaya, terutama bagi anak-anak dan remaja.

"Meski dampaknya baik untuk penderita ADHD, tapi ganja bisa merusak fungsi kognitif di otak. Bahan aktif yang ada di ganja bisa menyebabkan gangguan mengingat," ujar Hinshaw seperti dilansir New York Times, Kamis (26/11/2009).

Hingga saat ini penggunaan ganja sebagai obat belum diakui oleh Badan Obat dan Makanan AS atau Food and Drug Administration (FDA) dan belum ada studi yang benar-benar membuktikan efek baik penggunaan ganja untuk mengobati ADHD.

Namun banyak dokter yang percaya bahwa bahan aktif ampetamin yang terdapat dalam ganja, jika diberikan dalam dosis kecil pada penderita ADHD bisa menghasilkan efek yang lebih baik, yaitu lebih fokus. Seorang profesor dari Harvard Medical School pun mengatakan bahwa ganja lebih efektif dibanding obat untuk ADHD lainnya.

"Saya rasa tidak perlu ragu-ragu dan tidak ada masalah jika ingin memberikan ganja secara oral pada penderita ADHD karena pada beberapa kasus anak ADHD, ganja justru lebih efektif dibanding obat-obatan lainnya yang lebih berbahaya seperti Ritalin dan Aderall," jelas Profesor Lester Grinspoon, psikiater dari Harvard Medical School.

Menurut the National Institute of Mental Health, anak ADHD memiliki beberapa gejala seperti sulit berkonsentrasi, tidak bisa mengikuti aturan, mudah diganggu, gelisah dan tidak bisa diam (hiperaktif). Sebanyak 4,5 juta anak di Amerika saat ini dilaporkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menderita ADHD.

Seorang ibu yang memiliki anak ADHD pun mengaku bahwa ganja bisa menyembuhkan anaknya. "Anak saya didiagnosa ADHD pada saat 6 tahun. Ia sangat hiperaktif dan kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah. Tapi saya memutuskan tidak menggunakan obat Ritalin karena terlalu banyak efek sampingnya. Ketika masuk sekolah menengah atas, saya baru sadar ia menjadi tenang dan bisa berkonsentrasi. Awalnya saya juga tidak mengerti, sampai suatu saat ia bilang bahwa ia menggunakan ganja," tutur wanita asal California.

Meski demikian, Profesor Hinshaw tetap penasaran dengan kisah sukses pasien ADHD tersebut yang berhasil sembuh dengan ganja. Menurutnya, perlu ada investigasi lebih lanjut untuk mengetahui efek samping lainnya dari penggunaan ganja sebagai obat dan perlu pengawasan khusus jika terpaksa harus menggunakannya.

Sementara itu, Profesor Grinspoon juga tetap optimis pada pendiriannya, yaitu ganja adalah obat masa depan yang bisa mengobati penderita ADHD.

"Saya rasa suatu saat nanti, ganja akan diakui sebagai obat, terutama untuk ADHD karena efek sampingnya yang tidak beracun," ujar Grinspoon.

sumber:
http://www.nusantaraku.org/forum/homeopati-dan-alternatif/24305-kontroversi-pengobatan-ganja-untuk-anak-hiperaktif.html

Obat yang Digunakan untuk Gangguan ADHD pada Anak-Anak

Nama Obat Nama Generik Peruntuk

Adderall
Adderall XR amphetamine 3 > Tahun

Concerta methylphenidate 6 > tahun
Cylert pemoline 6 > tahun
Daytrana methylphenidate 6 > tahun
Dexedrine
Dextrostat dextroamphetamine 3 > Tahun
Focalin dexmethylphenidate 6 > tahun
Metadate ER
Metadate CD methylphenidate 6 > tahun

Ritalin methylphenidate 6 > tahun
Strattera atomextine 6 > tahun
Vyvanse lisdexamfetamine 6 > tahun

Cylert mempunyai pengaruh buruk terhadap fungsi ginjal, oleh karenanya obat ini tidak diberikan pada awal-awal terapi


sumber: http://www.pikirdong.org/psikologi/psi60adhd-an.php

Treatment anak ADHD

Studi yang begitu lama membuktikan bahwa kombinasi antara obat-obatan dan psikoterapi (behavioral therapy) dan manajemen medikasi yang tepat, terapi yang intensif dan komunitas treatment yang rutin telah menolong anak-anak dengan gangguan ADHD menjadi lebih baik. Menurunnya intensitas kecemasan, membaiknya penampilan di sekolah, meningkatnya kualitas hubungan antara orangtua-anak, meningkatkan kemampuan sosial merupakan keuntungan pemberian treatment secara dini, tentunya dengan medikasi yang rendah dosis.

Kadang beberapa anak menunjukkan efek buruk dari medikasi, oleh karenanya perlunya pengawasan ketat dalam pemberian obat-obatan, apalgi bila anak tersebut disertai dengan gangguan kecemasan dan depresi. Haruslah berhati-hati dalam memberi obat-obatan medis

a) Medikasi
Jenis obat simultan berguna menurunkan gejala hiperaktif dan kompulsif, beberapa anak juga dilaporkan meningkatnya konsentrasi, pekerjaan dan belajar. Selain itu obat jenis simultan juga meningkatkan koordinasi tubuh sehingga anak tidak menemui kesulitan dalam melakukan pekerjaan tangan atau berolahraga.

Jenis simultan dianggap paling baik, dalam dosis yang rendah tidak akan membuat anak seperti “fly”. Selama pemberian obat dalam dosis rendah dan terkontrol jenis simultan ini dianggap tidak menimbulkan adiktif. Dalam treatmen juga diusahakan manajemen pemberian obat-obatan, misalnya seminggu sekali atau pada waktu siang hari.

Jika dalam seminggu tidak memberi pengaruh meningkatkan performance, dokter akan meningkatkan dosis, jika tidak juga memberi pengaruh maka dokter akan mengganti dengan obat jenis lainnya.

b) Psikoterapi

Behavior therapy
Terapi ini berguna untuk meningkatkan kemampuan pada anak, pada terapi ini orangtua terlibat langsung dalam terapi, misalnya memberikan penghargaan terhadap perilaku yang positif yang ditujukkan oleh anak. Ketika anak mulai kehilangan kontrol, orangtua mengambil time out, dan menyuruh anak untuk diam di kursinya sampai ia menjadi tenang. Tujuan dalam terapi ini juga mengajarkan anak untuk mengenal muatan-muatan emosinya. Terapi juga mengajarkan orangtua teknik-teknik bersenang-senang dengan anak ADHD tanpa harus merasa tertekan.

Social skills training
Dalam pelatihan ini anak belajar cara-cara menghargai dan menempatkan dirinya bersama dengan kelompok bermainnya. Pelatihan ini juga anak diajarkan kecakapan bahasa nonverbal melalui insyarat wajah, ekspresi roman, intonasi suara sehingga anak cepat tanggap dalam pelbagai situasi sosial. Disamping itu anak juga diajarkan untuk belajar mengendalikan impuls misalnya dilatih untuk menunggu giliran bermain, berbagi mainan dengan temannya, Pelatihan ini juga diharapkan anak dapat mengontrol perilaku amarah yang tidak terkendali.

Family support groups
Merupakan kelompok orangtua yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan ADHD untuk berbagi pengalaman. Kelompok ini juga saling menyediakan informasi bagi sesama anggotanya, mengundang pembicara profesional untuk berbagi pengetahuan dalam menghadapi dan membesarkan anak-anak mereka


sumber:
http://www.pikirdong.org/psikologi/psi60adhd-an.php

ADHD pada orang dewasa

ADHD pada anak-anak sudah lama kita kenal, tetapi ADHD pada orang dewasa belum lama dikenal. Bagi banyak orang dewasa ADHD bisa mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari. Penderita ADHD tidak bisa dipahami oleh keluarga sendiri apalagi oleh lingkungan luar. Penderita ADHD dewasa sering merasa dikucilkan dan dihindari oleh pelbagai instansi seperti sekolah, tempat kerja, perkumpulan, pengadilan dan lain-lain.

Penderita ADHD dewasa biasanya sudah menemukan cara untuk bisa berfungsi dalam kehidupan sehari-hari dengan kelainan mereka. Mereka bisa menekan kegelisahan batin mereka.

ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder dan dikenal sebagai masalah jiwa anak. Keluhan pasien ADHD banyak persamaan dengan borderliner tetapi penyakitnya berbeda.


Instansi kesehatan jiwa

Belum begitu lama diketahui bahwa ADHD bisa berlangsung terus sampai usia dewasa. Sekarang bukan hanya anak-anak tetapi orang dewasa dengan ADHD sudah bisa dikenali, didiagnosa dan diobati di Belanda. Banyak pekerja di instansi kesehatan jiwa dilatih untuk dapat mengenali dan mendiagnosa orang dewasa dengan ADHD. Berdasarkan penyelidikan dan pengalaman di rumah sakit terbukti bahwa pengobatan ADHD pada usia dewasa bisa berhasil dan mereka bisa berfungsi lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.

Masih banyak penyelidikan dilakukan untuk memperoleh jawaban bagaimana orang bisa membatasi atau menekan akibat ADHD. Ada kemungkinan makanan mempunyai peranan penting.


Akibat ADHD pada pekerjaan, relasi, dan keluarga
Sebagai akibat yang terus menerus dari gelisah, lalai dan masalah konsentrasi pada prestasi di sekolah, pendidikan dan pada pekerjaan, orang dengan ADHD tidak bisa mencapai hasil yang bagus. Mereka bisa lebih tapi tidak bisa merealisasikannya. Mereka sering tidak menyelesaikan pendidikan dan sering berganti pekerjaan.

Sebagai akibatnya baik penderita ADHD maupun orang lain tidak puas dengan kenyataan yang ada dan bisa memperkuat kegelisahan batin mereka. Pengemudi kendaraan bermotor dengan ADHD mempunyai risiko 4 kali lebih tinggi untuk mendapat kecelakaan dibandingkan dengan pengemudi kendaraan bermotor tanpa ADHD. Tapi untung masih ada orang dewasa dengan ADHD yang bisa berfungsi lumayan meskipun di bawah taraf kecerdasan mereka.

Sekarang kita tahu bahwa ADHD bisa berlangsung terus sampai usia dewasa, anda bisa setidaknya mengenali gejala dan keluhan ADHD pada anak anda atau anda sendiri. Anda bisa berkonsultasi dengan dokter keluarga anda atau menghubungi klinik kesehatan jiwa (GGZ).

Saran Ranesi Dokter
Pengemudi kendaraan bermotor atau pekerja yang membutuhkan konsentrasi bisa menggunakan obat methylfenidaat supaya ketrampilan mereka tidak berbahaya buat orang lain.

ADHD (sampai saat ini) tidak bisa disembuhkan tapi orang dewasa bisa berfungsi cukup baik jika mereka minum obat dengan teratur dan bisa mengendalikan keluhan mereka.

sumber:
http://www.rnw.nl/id/bahasa-indonesia/article/adhd-pada-orang-dewasa

Deteksi Dini Gejala Hiperaktif

Untuk dapat disebut memiliki gangguan ADHD, harus ada tiga gejala utama yang nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain.

Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan menimbulkan suara berisik.

Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif masih ada beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di rumah dan di sekolah.

Manifestasi klinis yang terjadi sangat luas, mulai dari yang ringan hingga berat atau bisa terjadi dengan jumlah gejala minimal hingga lebih banyak gejala. Tampilan klinis ADHD tampaknuya sudah bisa dideteksi sejak dini Sejas usia bayi. Gejala yang harus lebih dicermati pada usia bayi adalah bayi yang sangat sensitive terhadap suara dan cahaya, menangis, menjerit, sulit untuk diam, waktu tidur sangat kurang dan sering terbangun, kolik, sulit makan atau minum susu baik ASI atau susu botol., tidak bisa ditenangkan atau digendong, menolak untuk disayang, berlebihan air liur, kadang seperti kehausan sering minta minum, Head banging (membenturkan kepala, memukul kepala, menjatuhkan kepala kebelakang) dan sering marah berlebihan.

Keluhan lain pada anak besar adalah anak tampak Clumsy (canggung), impulsif, sering mengalami kecelakaan atau jatuh, perilaku aneh/berubah-ubah yang mengganggu, gerakan konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak lainnya. Agresif, Intelektual (IQ) normal atau tinggi tapi pretasi di sekolah buruk, Bila di sekolah kurang konsentrasi, aktifitas berlebihan dan tidak bisa diam, mudah marah dan meledak kemarahannya, nafsu makan buruk. Koordinasi mata dan tangan jelek., sulit bekerjasama, suka menentang dan tidak menurut, suka menyakiti diri sendiri (menarik rambut, menyakiti kulit, membentur kepala dll) dan gangguan tidur.

Tanda dan gejala pada anak yang lebih besar adalah tindakan yang hanya terfokus pada satu hal saja dan cenderung bertindak ceroboh, mudah bingung, lupa pelajaran sekolah dan tugas di rumah, kesulitan mengerjakan tugas di sekolah maupun di rumah, kesulitan dalam menyimak, kesulitan dalam menjalankan beberapa perintah, sering keceplosan bicara, tidak sabaran, gaduh dan bicara berbelit-belit, gelisah dan bertindak berlebihan, terburu-buru, banyak omong dan suka membuat keributan, dan suka memotong pembicaraan dan ikut campur pembicaraan orang lain

Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7 tahun, dialami pada 2 atau lebih suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik dll), disertai adanya hambatan yang secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi akademik dan sering salah dalam menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul bersamaan dengan terjadinya kelainan perkembangan, skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya20).

Tampilan lainnya pada anak dengan hiperaktif terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain. Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya. Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik. Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder. Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.

Sekitar 50-60% penderita ADHD didapatkan sedkitnya satu gangguan perilaku penyerta lainnya. Gangguan perilaku tersebut adalah gangguan belajar, restless-legs syndrome, ophthalmic convergence insufficiency, depresi, gangguan kecemasan, kepribadian antisosia, substance abuse, gangguan konduksi dan perilaku obsesif-kompulsif.

Penderita ADHD terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain. Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya. Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik. Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder. Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.

Resiko terjadi ADHD semakina meningkat bila salah satu saudara atau orang tua mengalami ADHD atau gangguan psikologis lainnya. Gangguan posikologis dan perilaku tersebut meliputi gangguan bipolar, gangguan konduksi, depresi, gangguan disosiatif, gangguan kecemasan, gangguan belajar, gangguan mood, gangguan panic, obsesif-kompulsif, gangguan panic disertai goraphobia. Juga kelainan perilaku lainnnya seperti gangguan perkembangan perfasif termasuk gangguan Asperger, Posttraumatic stress disorder (PTSD), Psychotic, Social phobia, ganggguan tidur, sindrom Tourette dan ticks.

sumber:
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/makalah/152-deteksi-dini-adhd-attention-deficit-hyperactive-disorders

Penyebab ADHD

Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas. Seperti halnya gangguan autism, ADHD merupakan statu kelainan yang bersifat multi faktorial. Banyak faktor yang dianggap sebagai peneyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya.

Banyak penelitian menunjukkan efektifitas pengobatan dengan psychostimulants, yang memfasilitasi pengeluaran dopamine dan noradrenergic tricyclics. Kondisi ini mengungatkan sepukalsi adanya gangguan area otak yang dikaitkan dengan kekuirangan neurotransmitter. Sehingga neurotransmitters dopamine and norepinephrine sering diokaitkan dengan ADHD..

Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya gangguan perilaku ADHD. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas yang terjadi pada seorang anak selalu disertai adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga setidaknya satu orang dalam keluarga dekat. Didapatkan juga sepertiga ayah penderita hiperaktif juga menderita gangguan yang sama pada masa kanak mereka. Orang tua dan saudara penderita ADHD mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi ADHD, kembar monozygotic lebih mudah terjadi ADHD dibandingkan kembar dizygotic juga menunjukkan keterlibatan fator genetik di dalam gangguan ADHD. Keterlibatan genetik dan kromosom memang masih belum diketahui secara pasti. Beberapa gen yang berkaitan dengan kode reseptor dopamine dan produksi serotonin, termasuk DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan 5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan ADHD.

Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang menghubungkan fungsi eksekutif bangsal ganglia. Katekolamin adalah fungsi neurotransmitter utama yang berkaitan dengan fungsi otak lobus frontalis. Sehingga dopaminergic dan noradrenergic neurotransmission tampaknya merupakan target utama dalam pengobatan ADHD.

Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan pada sistem kontrol perilaku anak. Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan striae subcortical yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang tidak relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita ADHD terdapat kelemahan aktifitas otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan dengan pengaruh keterlambatan waktu terhadap respon motorik terhadap rangsangan sensoris.

Beberapa peneliti lainnya mengungkapkan teori maturation lack atau suatu kelambanan dalam proses perkembangan anak-anak dengan ADHD. Menurut teori ini, penderita akhirnya dapat mengejar keterlambatannya dan keadaan ini dipostulasikan akan terjadi sekitar usia pubertas. Sehingga gejala ini tidak menetap tetapi hanya sementara sebelum keterlambatan yang terjadi dapat dikejar.

Banyak peneliti mengungkapkan penderita ADHD dengan gangguan saluran cerna sering berkaitan dengan penerimaan reaksi makanan tertentu. Teori tentang alergi terhadap makanan, teori feingold yang menduga bahwa salisilat mempunyai efek kurang baik terhadap tingkah laku anak, serta teori bahwa gula merupakan substansi yang merangsang hiperaktifitas pada anak. Disebutkan antara lain tentang teori megavitamin dan ortomolecular sebagai terapinya

Kerusakan jaringan otak atau 'brain damage yang diakibatkan oleh trauma primer dan trauma yang berulang pada tempat yang sama. Kedua teori ini layak dipertimbangkan sebagai penyebab terjadinya syndrome hiperaktifitas yang oleh penulis dibagi dalam tiga kelompok. Dalam gangguan ini terjadinya penyimpangan struktural dari bentuk normal oleh karena sebab yang bermacam-macam selain oleh karena trauma. Gangguan lain berupa kerusakan susunan saraf pusat (SSP) secara anatomis seperti halnya yang disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan hipoksia.

Perubahan lainnya terjadi gangguan fungsi otak tanpa disertai perubahan struktur dan anatomis yang jelas. Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau justru timbulnya stimulus yang berlebihan yang menyebabkan penyimpangan yang signifikan dalam perkembangan hubungan anak dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.

Penelitian dengan membandingkan gambaran MRI antara anak dengan ADHD dan anak normal, ternyata menghasilkan gambaran yang berbeda, dimana pada anak dengan ADHD memiliki gambaran otak yang lebih simetris dibandingkan anak normal yang pada umumnya otak kanan lebih besar dibandingkan otak kiri.

Dengan pemeriksaan radiologis otak PET (positron emission tomography) didapatkan gambaran bahwa pada anak penderita ADHD dengan gangguan hiperaktif yang lebih dominan didapatkan aktifitas otak yang berlebihan dibandingkan anak yang normal dengan mengukur kadar gula (sebagai sumber energi utama aktifitas otak) yang didapatkan perbedaan yang signifikan antara penderita hiperaktif dan anak normal.

sumber:
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/makalah/152-deteksi-dini-adhd-attention-deficit-hyperactive-disorders

Faktor Risiko ADHD

Dalam melakukan deteksi dini gangguan perilaku ini maka perlu diketahui faktor resiko yang bisa mengakibatkan gangguan ADHD. Banyak bukti penelitian yang menunjukkan peranan disfungsi Susunan saraf pusat (SSP). Sehingga beberapa kelainan dan gangguan yang terjadi sejak kehamilan, persalinan dan masa kanak-kanak harus dicermati sebagai faktor resiko.

Selama periode kehamilan, disfungsi SSP disebabkan oleh gangguan metabolik, genetik, infeksi, intoksikasi, obat-obatan terlarang, perokok, alkohol dan faktor psikogenik. Penyakit diabetes dan penyakit preeklamsia juga harus dicermati.

Pada masa persalinan, disebabkan oleh: prematuritas, post date, hambatan persalinan, induksi persalinan, kelainan letak (presentasi bayi), efek samping terapi, depresi sistem immun dan trauma saat kelahiran normal. Sedangkan periode kanak-kanak har5uis dicermati gangguan saluran cerna kronis, infeksi, trauma, terapi medikasi, keracunan, gangguan metabolik, gangguan vaskuler, faktor kejiwaan, keganasan dan terjadinya kejang. Riwayat kecelakaan hingga harus dirawat di rumah sakit,kekerasan secara fisik, verbal, emosi atau merasa diterlantarkan. Trauma yang serius, menerima perlakuan kasar atau merasa kehilangan sesuatu selama masa kanak-kanak, tidak sadar diri atau pingsan.

sumber:
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/makalah/152-deteksi-dini-adhd-attention-deficit-hyperactive-disorders

Diagnosis ADHD

Diagnosa hiperaktifitas tidak dapat dibuat hanya berdasarkan informasi sepihak dari orang tua penderita saja tetapi setidaknya informasi dari sekolah, serta penderita harus dilakukan pemeriksaan meskipun saat pemeriksaan penderita tidak menunjukkan tanda-tanda hiperaktif, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi saat pemeriksaan dan kemungkinan hal lain yang mungkin mejadi pemicu terjadinya hiperaktifitas. Pada beberapa kasus bahkan membutuhkan pemeriksaan psikometrik dan evaluasi pendidikan. Hingga saat ini belum ada suatu standard pemeriksaan fisik dan psikologis untuk hiperaktifitas. Ini berarti pemeriksaan klinis haruslah dilakukan dengan sangat teliti meskipun belum ditemukan hubungan yang jelas antara jenis pemeriksaan yang dilakukan dengan proses terjadinya hiperaktifitas. Beragam kuesioner dapat disusun untuk membantu mendiagnosa, namun yang terpenting adalah perhatian yang besar dan pemeriksaan yang terus-menerus, karena tidak mungkin diagnosa ditegakkan hanya dalam satu kali pemeriksaan.

Bila didapatkan seorang anak dengan usia 6 hingga 12 tahun yang menunjukkan tanda-tanda hiperaktif dengan prestasi akademik yang rendah dan kelainan perilaku, hendaknya dilakukan evaluasi awal kemungkinan

Untuk mendiagnosis ADHD digunakan kriteria DSM IV yang juga digunakan, harus terdapat 3 gejala : Hiperaktif, masalah perhatian dan masalah konduksi.



KRITERIA A –MASING-MASING (1) ATAU (2)

(1) Enam atau lebih dari gejala



(1) Enam atau lebih gejala dari kurang perhatian atau konsentrasi yang tampak paling sedikit 6 bulan terakhir pada tingkat maladaptive dan tidak konsisten dalam perkembangan

INATTENTION

a. Sering gagal dalam memberi perhatian secara erat secara jelas atau membuat kesalahan yang tidak terkontrol dalam :

1. sekolah

2. bekerja

3. aktifitas lainnya

b. Sering mengalami kesulitan menjaga perhatian/ konsentrasi dalam menerima tugas atau aktifitas bermain.

c. Sering kelihatan tidak mendengarkan ketika berbicara secara langsung

1. Menyelesaikan pekerjaan rumah

2. Pekerjaan atau tugas

3. Mengerjakan perkerjaan rumah (bukan karena perilaku melawan)

4. Gagal untuk mengerti perintah

d. Sering kesulitan mengatur tugas dan kegiatan

e. Sering menghindar, tidak senang atau enggan mengerjakan tugas yang membutuhkan usaha (seperti pekerjaan sekolah atau perkerjaan rumah)

f. Sering kehilangan suatu yang dibutuhkan untuk tugas atau kegiatan ( permainan, tugas sekolah, pensil, buku dan alat sekolah lainnya ))

g. Sering mudah mengalihkan perhatian dari rangsangan dari luar yang tidak berkaitan

h. Sering melupakan tugas atau kegiatan segari-hari

(2) Enam atau lebih gejala dari hiperaktivitas/impulsifitas yang menetap dalam 6 bulan terakhir

HIPERAKTIFITAS

1. Sering merasa gelisah tampak pada tangan, kaki dan menggeliat dalam tempat duduk
2. Sering meninggalkan tempat duduk dalam kelas atau situasi lain yang mengharuskan tetap duduk.
3. Sering berlari dari sesuatu atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak seharusnya (pada dewasa atau remaja biasanya terbatas dalam keadaan perasaan tertentu atau kelelahan )
4. Sering kesulitan bermain atau sulit mengisi waktu luangnya dengan tenang.
5. isering berperilaku seperti mengendarai motor
6. Sering berbicara berlebihan

IMPULSIF

a.Sering mengeluarkan perkataan tanpa berpikir, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaannya selesai.

b. Sering sulit menunggu giliran atau antrian

c. Sering menyela atau memaksakan terhadap orang lain (misalnya dalam percakapan atau permainan).

KRITERIA B: Gejala hiperaktif-impulsif yang disebabkan gangguan sebelum usia 7 tahun.

KRITERIA C : Beberapa gangguan yang menimbulkan gejala tampak dalam sedikitnya 2 atau lebih situasi ( misalnya di kelas, di permainan atau di rumah )

KRITERIA D : Harus terdapat pengalaman manifestasi bermakna secara jelas mengganggu kehidupan sosial, akademik, atau pekerjaan )

KRITERIA E : Gejala tidak terjadi sendiri selama perjalanan penyakit dari Pervasive Developmental Disorder, Schizophrenia, atau gangguan psikotik dan dari gangguan mental lainnya (Gangguian Perasaan, Gangguan kecemasan, Gangguan Disosiatif atau gangguan kepribadian)

Diagnosis ADHD, Tipe kombinasi jika terdapat pada A1 dan A2 yang didaptkan dalam 6 bulan terakhir. ADHD tipe Inatentif redominan jika dalam kriteria didapatkan A1, tetapi tidak didapatkan gejala pada A2 dalam 6 bulan terakhir. ADHD Hiperaktif Predominan -Tipe Impulsif): jika kriteria didapatkan A2 tapi tidak dijumpai kriteria A1 dalam 6 bulan terakhir.

Kriteria diagnostik hiperaktifitas adalah ditemukannya 6 gejala atau lebih yang menetap setidaknya selama 6 bulan. Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7 tahun, dialami pada 2 atau lebih suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik dll), disertai adanya hambatan yang secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi akademik dan sering salah dalam menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul bersamaan dengan terjadinya kelainan perkembangan, skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya.

sumber:
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/makalah/152-deteksi-dini-adhd-attention-deficit-hyperactive-disorders

Nutrisi yang baik dan buruk untuk penderita ADHD

Apakah anak Anda berlaku sulit diatur? Sering tidak memperhatikan jika diajak berbicara? Mungkin anak Anda menglami gangguan ADHD. Jika ya, perhatikan setiap makanan yang dikonsumsinya. Salah-salah malah memicu peningkatan ADHD-nya. Simak info lengkapnya di sini!

Jika anak Anda menderita ADHD atau mengalami hiper aktif sehingga sangat sulit untuk diatur, cobalah perhatikan apa saja yang sebaiknya dimakan dan dihindari oleh mereka. Jika tidak salah-salah dapat memicu tingkat ADHD dalam tubuh mereka. Berikut beberapa makanan yang sebaiknya dimakan dan juga dihindari oleh anak-anak yang menderita ADHD:

Yang sebaiknya dimakan:

1. Essential Fatty Acid (EFAs)
Ini adalah salah satu lemak yang sebaiknya dimiliki oleh anak Anda, DHA asam lemak omega 3 adalah kunci utama untuk mencegah ADHD berkembang di dalam otak. Hasil peneltian menunjukkan bahwa setiap anak dengan learning disorder, termasuk tingkat perhatian yang menurun dan juga berlaku hiperaktif adalah salah satu akibat dari penurunan EFA.
Untuk meningkatkan kadar EFA, sebaiknya perbayak konsumsi ikan, biji-bijian, dan juga kacang-kacangan yang merupakan sumber EFA yang baik.

2. Vitamin B Kompleks
Vitamin B ini dibutuhkan untuk meningkatkan aktifitas saraf dan sangat baik untuk menurunkan stres, dan keduanya ini banyak sekali ditemui pada anak-anak yang menderita ADHD. Meskipun hampir seluruh vitamin B ini adalah baik, tapi ada dua jenis yang memiliki potensial efek sehingga harus Anda sikapi dalam mengkonsumsinya. Seperti vitamin B3 atau yang sering dikenal dengan niacin. Niacin ini dapat menyebabkan iritasi kulit, yang sangat berpengaruh pada kerusakan hati. Tingginya dosis vitamin B6 juga dapat menyebabkan kurang sensitif.

Sumber vitamin B adalah ragi, hati, gandum utuh baik dari sereal atau roti, nasi, kacang-kacangan, telur, susu, ikan, buah-buahan, daging, sayuran hijau dan juga kedelai.

3. Protein
Jika Anda belum mengganti kebutuhan protein siang hari Anda untuk beberapa potong salmon, seharusnya Anda mengetahui bahawa protein penyumbang energi terbaik untuk tubuh. Hal ini juga sangat baik untuk anak-anak dengan ADHD, dengan mengkonsumsi sedikit porsi protein sehari mampu mengganti energi yang telah mereka keluarkan seharian.

Menyajikan makanan berprotein bukan berarti Anda harus selalu masuk dapur untuk memasak. Coba saja berikan menu sarapan anak Anda setangkup roti gandum dengan isian keju dan juga telur. Atau berikan yoghurt low-fat tawar dicampur dengan pisang sebagai perasa manisnya.

4. Kalsium dan Magnesium
Selalu berikan buah hati Anda segelas susu setiap hari atau perbanyak konsumsi sayuran hijau. Kalsium yang terkandung di dalamnya selain baik untuk pertumbuhan tulang juga sangat baik melapisi membran sel dan melindungi jaringan syaraf. Hal ini sangat baik dalam mempengaruhi tingkah laku anak Anda. Magnesium juga memberikan efek menenangkan pada sistem saraf, memabntu menjaga otot dan fungsi saraf.

Susu dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium. Sayuran hijau seperti brokoli, dan gandum utuh yang terkandung dalam sereal juga menjadi sumber tambahan. Sedangkan bayam, kacang-kacangan, dan makanan yang berasal dari biji-bijian kaya akan magnesium.

5. Mineral Penting dalam Tubuh
Mineral merupakan salah satu mikronutrient yang sangat dibutuhkanoleh tubuh setiap hari, meskipun dengan jumlah yang tidak terlalu besar. ‘Trace Mineral’ dapat membantu ADHD anak-anak termasuk zat besi dan zinc. Studi telah membuktikan bahwa anak-anak dengan ADHD memiliki kadar zinc yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang tidak memiliki ADHD.

“Trace Mineral’ ini dapat ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran. Tapi mineral terbanyak bisa didapat dari multivitamin tambahan dengan kadar gula rendah tentunya.

Selain makanan yang baik untuk anak-anak dengan ADHD, Anda juga harus memperhatikan jenis makanan apa saja yang sebaiknya dihindari, seperti :

1. Gula dan makanan manis
Gula harus dihindari untuk anak-anak dengan kadar ADHD tinggi karena dapat menyerap vitamin mineral dan juga enzim yang terdapat dalam tubuh. Hindaari menu sarapan yang mengandung kadar gula lebih banyak, seperti sereal, energy bars, minuman yang mengandung pemanis dan pengawet, dan masih banyak lagi.

2. Zat Additives
Warna biru, pink, dan kuning dekorasi cake, atau goldfish crackers yang berwarna warni sangat disukai anak-anak karena warnanya yang sangat mencolok. Lembaga pengujian obat dan makanan di Amerika telah menemukan puluhan bahkan ratusan makanan yang mzengandung zat additive atau pengawet guna meningkatkan rasa, penampilan, dan juga aroma. Hal ini bukan berarti aman untuk kesehatan anak Anda khususnya yang menderita ADHD tinggi.

Usahakan makanan yang dikonsumsi sealami mungkin, tanpa menggunakan pewarna seperti kuning dan merah, dan juga jauhkan dari makanan yang mengandung Monosodium Glutamat(MSG).

3. Kafein
Kafein menyerap mineral daari dalam tulang, disaat tubuh sedang kekurangan mineral. Kopi, teh dan minuman berkafein lainnya mengandung asam dan kadarnya lebih rendah dari pH dalam tubuh, sehingga membuat tubuh bekerja lebih keras untuk menyeimbangkan kadar pH dalam tubuh.

Hal ini menyebabkan anak-anak yang mengidap ADHD yang mungkin mengkonsumsi terlalu banyak kafein-seringkali terdapat dalam cokelat, minuman soda, makanan manis lain-kemungkinan kehilangan banyak mineral dalam tubuh yang menyebabkan berkurangnya fungsi syaraf dalam tubuh.

4. Garam
Beberapa makanan ringan tidak hanya dengan rasa manis, tapi juga rasa asin padahal sodium yang terkandung dalam makanan asin adalah salah satu zat yang dihindari untuk kasus anak dengan ADHD tinggi. Di banyak kasus telah diketahui kalau sodium dapat menyebabkan darah tinggi bagi orang dewasa. Tapi ini tidak menutup kemungkinan membawa pengaruh terhadap anak-anak dengan ADHD.

Hampir mirip dengan kafein, garam dapat mencuri mineral dalam tubuh yang sebenarnya digunakan untuk menjaga jaringan syaraf bekerja secara baik. Sebaiknya hindari keripik tortila, pretzel, dan juga makanan ringan lainnya yang tinggi kadar garamnya. Dan sebaiknya lihat pada kemasan makanan untuk lebih berjaga-jaga.

sumber : www.detik.com