Sudah hampir 9 tahun saya menghabiskan waktu bersama Aini..
He he he.. Memang belum apa-apa memang jika dibanding dengan sederet-an ibu-ibu istimewa yang telah berjalan didepanku. (Salut untuk mereka semua) Pada umumnya.. mereka telah benar-benar “berjibaku”.. Sejak pagi-pagi sampai larut malam.
Begitu banyak pelajaran yang harus dikejar setiap harinya, mulai dari bina diri hingga pelajaran umum. Sayang justru banyak yang melewatkan pelajaran agama.
Alasan yang disampaikan beragam. Lebih banyak, berpijak pada, anak-anak ini hampir dapat dikatagorikan orang-orang yang “sakit”, yang tidak punya kewajiban untuk melakukan hal-hal yang bersifat “fardhu ain”. Berlawanan dengan semangat untuk berusaha memberikan bekal “life skill”, menggebu-gebu.
Yup.. jujur.. sayapun baru terbuka pemikiran, ketika melihat perkembangan Aini menyerap ilmu agama, disekolah inklusinya.
Sebenarnya hal ini juga tidak jauh dari sifat-sifat istimewa yang mereka miliki, diantaranya
1. Anak-anak istimewa, terutama anak-anak autistik.. pada umumnya memiliki kemampuan visual dan pendengaran yang tinggi. Melebihi kemampuan nalarnya. Lihat saja, ananda Kharisma (si penghapal lagu dari Semarang) hanya dengan melihat dan mendengar, ia dapat menirukan persis seperti apa yang tersaji didepan matanya.
2. Kepatuhan mereka pada sebuah keteraturan. Ketika mereka telah terbiasa mengikuti sebuah alur kebiasaan, mereka tak akan pernah melepaskannya sampai kapanpun. Malah ada kecenderungan untuk bersikap menolak atau bahkan melawan, ketika kebiasaan tersebut diubah.
Dua sifat yang luar biasa….
Pengalamanku bersama Aini, juga tidak jauh beda.
Awalnya memang kulakukan karena saya selalu bersamanya (rumah kami jarang ada pembantu). Secara tidak sengaja, Aini terlibat dalam setiap aktifitasku.. mulai dari mengurus rumah hingga kewajiban 5 waktuku. Jika saat sholat tiba, kubentangkan 2 sajadah. Satu untukku dan satu lagi untuk Aini. Yah.. memang sampai sekarang kemajuannya dibidang ini, masih standrat… Kadang mau sholat, kadang bermain-main sendiri. Kadang sholatnya lebih lamaaaa dibandingkanku… kadang baru mulai,.. dia sudah berteriak sudah-sudah dan melipat sajadahnya. Tips.. saat saya sedang berhalangan (karena sulit menerangkan kepadanya kenapa hari ini ibu tidak sholat bersama) saya memperkenalkan Aini pada pembalut. Mulai dari yang sangat tipis … Dan mengatakan padanya, jika Aini atau ibu memakai pembalut, artinya hari itu, tak ada sholat lima waktu. Alhamdulillah berjalan baik.. Dan Alhamdulillah juga ini sesuai dengan langkah-langkah “mengajarkan” dan “mempersiapkan” anak-anak berkebutuhan khusus memasuki usia remaja.
Yang kedua.. Aini senang jika kubawa ke majelis taklim. Saya sengaja pilihkan majelis taklim yang ruangannya dapat di isolir.. sehingga saya masih dapat mengawasi Aini mondar mandir. Saya memang termasuk yang beruntung, mendapat teman-teman seIman yang mendukung. Mereka tidak keberatan ketika Aini sedang gelisah.. dan banyak memberiku semangat..
Aini juga senang mendengarkan saya atau bapaknya mengaji. Tak jarang ia mencoba menirukan semaksimal yang ia bisa..
Hingga kini.. saya masih terus berusaha..
Yuupp… memang perjalananan masih panjang. Saya tidak akan pernah mau membandingkannya dengan anak-anak seusia yang sudah hapal surat-surat pendek, sudah memasuki jilid tertentu dari rangkaian “Qiroati” atau hal-hal lain. Saya sudah cukup banyak bersyukur ketika : Sesekali, disaat masuk waktu sholat (kadang kala tanpa mendengar suara adzan, mungkin ada “jam” tersendiri ya dalam dirinya) Aini bergegas mengambil sajadah.., mencari-cari mukenanya.. tanpa disuruh. Atau.. tiba-tiba, ia melagukan beberapa ayat-ayat suci Al-Qur’an.. dengan bahasa sederhananya. Atau mengucapkan doa-doa harian ketika akan melakukan suatu aktifitas.
Saya makin yakin.. anak-anak istimewa sebenarnya teramat sangat dapat belajar agama. Asalkan kita mau mengkondisikan. Biarkan saja, mereka menerimanya sebagai bagian dari rutinitas dan bukan bagian dari keyakinan. Pada saatnya nanti.. jika telah sampai waktu yang Allah ijinkan, pasti pemahaman ini akan datang dengan sendirinya. Metode yang sama, dengan pelajaran membaca, menulis dan berhitung yang susah payah kita ajarkan pada mereka.
Tidak boleh putus asa.. dan terus… terus… mau berupaya.., Allah tidak melihat hasil akhir dari perbuatan kita, tetapi bagaimana upaya kita mempersiapkan dan memperjuangkan. Kalimat-kalimat yang terus-menerus saya ulang berkali-kali, agar tetap bersemangat.
Paling tidak.. jauh dalam lubuk hatiku.. saya berharap : Jika ternyata dengan segala upayaku.. Aini tetap tak mendapatkan “dunia”.. semoga Allah masih ijinkan ia untuk meraih “Akhirat”. Insya Allah Ia akan menghadap panggilanNYA, suatu hari nanti, dengan kepasrahan dan keyakinan seorang muslimah sejati. Amin
by: yanti
sumber: http://cahayamuslimah.com/blog/aroma-ke-agama-an-di-anak-berkebutuhan-khusus
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar